Gaya
Bahasa
1.
Pengertian
Gaya Bahasa
Gaya
atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin.
Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada
lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk
menulis indah, maka style lalu
berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan
kata-kata secara indah.
2.
Sendi
Gaya Bahasa
a.
Kejujuran
Kejujuran
dalam bahasa berarti: kita mengikuti aturan-aturan, kaidah-kaidah yang baik dan
benar dalam berbahasa. Pemakaian kata-kata yang kabur dan tidak terarah, serta
penggunaan kalimat yang berbelit-belit adalah jalan untuk mengundang
ketidakjujuran. Bahasa adalah alat untuk kita bertemu dan bergaul. Sebab itu,
is harus digunakan pula secara tepat dengan memperhatikan sendi kejujuran.
b.
Sopan
santun
Di
sini yang dimaksud dengan
adalah memberi penghargaan atau menghormati orang yang di ajak bicara, khusunya
pendengar atau pembaca. Rasa hormat dalam gaya bahasa dimanifestasikan melalui kejelasan dan kesingkatan.
Menyampaikan sesuatu
dengan jelas berarti tidak membuat
pembaca atau pendengar memeras keringat untuk mencari tahu apa yang ditulis
atau dikatakan. Kesingkatan sering
jauh lebih efektif daripada jalinan yang berliku-liku. Kesingkatan dapat
dicapai melalui usaha untuk mempergunakan kata-kata secara efisien, meniadakan
penggunaan dua kata atau lebih yang bersinonim secara longgar.
c.
Menarik
Sebuah gaya yang menarik dapat diukur melalui beberapa komponen berikut: variasi, humor yang sehat, pengertian yang
baik, tenaga hidup (vitalitas), dan penuh
daya khayal (imajinasi).
3.
Jenis-jenis
Gaya Bahasa
a.
Segi
Nonbahasa
1.
Berdasarkan
pengarang: gaya yang disebut sesuai dengan nama
pengarang dikenal berdasarkan ciri pengenal yang digunakan pengarang atau
penulis dalam karangannya.
2.
Berdasarkan
Masa: gaya bahasa yang didasarkan pada masa
dikenal karena ciri-ciri tertentu yang berlangsung dalam suatu kurun waktu
tertentu.
3.
Berdasarkan
Medium: medium berarti alat komunikasi. Tiap
bahasa, karena struktur dan situasi sosial pemakainya, dapat memiliki corak tersendiri.
4.
Berdasarkan
Subyek: subyek yang menjadi pokok pembicaraan
dalam sebuah karangan dapat mempengaruhi pula pada gaya bahasa sebuah karangan.
5.
Berdasarkan
Tempat: gaya ini mendapatkan namanya dari lokasi
geografis, karena ciri-ciri kedaerahan mempengaruhi ungkapan atau ekspresi
bahasanya.
6.
Berdasarkan
Hadirin: seperti halnya subjek, maka hadirin
atau jenis pembaca juga mempengaruhi gaya yang dipergunakan seorang pengarang.
7.
Berdasarkan
Tujuan: gaya berdasarkan tujuan memperoleh
namanya dari maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang, di mana pengarang
ingin mencurahkan gejolak emotifnya.
b.
Segi
Bahasa
·
Gaya bahasa berdasarkan
pilihan kata,
·
Gaya bahasa berdasarkan
nada yang terkandung dalam wacana,
·
Gaya bahasa berdasarkan
struktur kalimat,
·
Gaya bahasa berdasarkan
langsung tidaknya makna.
4.
Gaya
Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata
a.
Gaya
Bahasa Resmi
Gaya bahasa resmi
adalah gaya dalam bentuknya yang lengkap, gaya yang dipergunakan dalam
kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang dipergunakanoleh mereka yang diharapkan
mempergunakannya dengan baik dan terpelihara.
b.
Gaya
Bahasa Tak Resmi
Gaya bahasa tak resmi
juga merupakan gaya bahasa yang dipergunakan dalam bahasa standar, khususnya
dalam kesempatan-kesempatan yang tidak formal atau kurang formal.
c.
Gaya
Bahasa Percakapan
Dalam
gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-kata populer dan kata-kata percakapan.
Namun di sini harus ditambahkan segi-segi morfologis dan sintaksis yang secara
bersama-sama membentuk gaya bahasa percakapan ini. Kalau dibandingkan dengan
gaya bahasa resmi dan gaya bahsa tak resmi, maka gaya bahasa percakapan ini
dapat diumpamakan sebagai bahasa dalam pakaian sport. Itu berarti bahasanya
masih lengkap untuk suatu kesempatan, dan masih dibentuk menurut
kebiasaan-kebiasaan, tetapi kebiasaan ini agak longgar bila dibandingkan dengan
kebiasaan pada gaya bahasa resmi dan tak resmi.
5.
Gaya
Bahasa Berdasarkan Nada
Gaya
bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dari rangkaian
kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sering kali sugesti ini diikuti
dengan sugesti suara dari pembicara, bila yang dihadapi adalah bahasa lisan.
a.
Gaya
Sederhana
Gaya
ini biasanya cocok untuk memberi instruksi, perintah, pelajaran, perkuliahan,
dan sejenisnya maka gaya ini cocok pula digunakan untuk menyampaikan fakta atau
pembuktian-pembuktian. Sebab itu untuk mempergunakan gaya ini secara efektif,
penulis harus memiliki kepandaian dan pengetahuan yang cukup.
b.
Gaya
Mulia dan Bertenaga
Sesuai
dengan namanya, gaya ini penuh dengan vitalitas dan enersi, dan biasanya
dipergunakan untuk menggerakkan sesuatu. Menggerakkan sesuatu tidak saja dengan
mempergunakan tenaga dan vitalitas pembicara, tetapi juga dapat mempergunakan
nada keagungan dan kemuliaan. Nada
yang agung dan mulia akan sanggup pula menggerakkanemosi setiap pendengar.
Khotbah tentang kemanusiaan dan keagamaan dan ketuhanan biasanya disampaikan
dengan nada yang agung dan mulia.
c.
Gaya
Menengah
Gaya
menengah adalah gaya yang diarahkan kepada uasaha untuk menimbulkan suasana
senang dan damai. Karena tujuannya adalah menciptakan suasana senang dan damai,
maka nadanya juga bersifat lemah-lembut, penuh kasih sayang, dan mengandung
humor yang sehat.
Karena
sifatnya yang lemah-lembut dan sopan santun, maka gaya ini biasanya
mempergunakan metafora bagi pilihan katanya. Ia akan lebih menarik bila
mempergunakan perlambang-perlambang sementara itu ia memperkenalkan pula
penyimpangan-penyimpangan yang menarik hati, cermat dan sempurna nadanya serta
menyenangkan pula refleksinya.
6.
Gaya
Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat
Yang
dimaksud dengan struktur kalimat di sini adalah kalimat bagaimana tempat sebuah unsur yang dipentingkan dalam
kalimat tersebut. Ada kalimat yang bersifat periodik,bila
bagian yang terpenting atau gagasan yang mendapat penekanan ditempatkan pada
akhir kalimat. Ada kalimat yang bersifat kendur,
yaitu bila bagian kalimat yang mendapat penekanan ditempatkan pada awal
kalimat. Ada yang bersifat jenis
berimbang, yaitu kalimat yang mengandung dua bagian kalimat atau lebih yang
kedudukannya sema tinggi atau sederajat.
a.
Klimaks
Klimaks
adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap
kali semakin meningkat kepentinganya dari gagasan-gagasan sebelumnya.
b.
Antiklimaks
Antiklimaks
dihasilkan oleh kalimat yang berstruktur mengendur. Antiklimaks sebagai gaya
bahasa merupakan suatu acuan yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang
terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. Antiklimaks sering
kurang efektif karena gagasan yang penting sitempatkan pada awal kalimat,
sehingga pembaca atau pendengar tidak lagi memberi perhatian pada bagian-bagian
berikutnya dalam kalimat itu.
c.
Paralelisme
Paralisme
adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian
kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gratimakal
yang sama. Perlu kiranya diingatkan bahwa bentuk paralelisme adalah sebuah
bentuk yang baik untuk menonjolkan kata atau kelompok kata yang sama fungsinya.
d.
Antitesis
Antitesis
adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan
dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. Contoh:
-
Mereka
sudah kehilangan banyak dari harta bendanya, tetapi mereka juga telah banyak
memperoleh keuntungan daripadanya.
e.
Repetisi
Repetisi
adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian-bagian kalimat yang
dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai.
Contoh:
-
Atu
maukah kau pergi bersama
serangga-serangga tanah, pergi bersama
kecoak-kecoak, pergi bersama mereka
yang menyusupi tanah, menyusupi alam?
Yang
penting di antaranya adalah:
1.
Epizeuksis:
repetisi yang bersifat langsung, artinya kata yang dipentingkan diulang
beberapa kali berturut-turut. Misalnya: mari
kita bekerja, bekerja, sekali lagi bekerja untuk mengejar semua ketinggalan
kita.
2.
Tautotes:
repetisi atas sebuah kata berulang-ulang dalam sebuah konstruksi. Misalnya: kau menuding aku, aku menuding kau, kau dan
aku menjadi seteru.
3.
Anafora:
adalah repetisi yang berwujud perulangan kata
pertama pada setiap baris atau kalimat berikutnya.
4.
Epistrofa:
adalah repetisi yang berwujud perulangan kata atau frasa pada akhir baris atau
kalimat.
5.
Simploke
(symploche): simploke adalah repetisi pada awal dan
akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut.
6.
Mesodiplosis:
adalah repetisi di tengah baris-baris atau beberapa kalimat berurutan.
7.
Epanalepsis:
pengulangan yang berwujud kata terakhir dari baris, klausa atau kalimat,
mengulang kata pertama.
8.
Anadiplosis:
kata atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa
pertama dari klausa atau kalimat berikutnya.
7.
Gaya
Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Gaya
bahasa berdasarkan makna diukur dari langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan
yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada
penyimpangan. Bila acuan yang digunakan itu masih mempertahankan makna dasar,
maka bahasa itu masih bersifat polos. Tetapi bila sudah ada perubahan makna,
entah berupa makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dari makna
denotatifnya, maka acuan itu dianggap sudah memiliki gaya sebagai yang dimaksud
disini.
7.1.
Gaya
Bahasa Retoris
a.
Aliterasi
Aliterasi
adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama.
Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa, untuk perhiasan
atau untuk penekanan. Misalnya:
-Takut titik lalu tempuh.
-
Keras-keras kerak
kena air lembut juga.
b.
Asonansi
Asonansi
adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama.
Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa untuk memperoleh
efekpenekanan atau sekedar keindahan. Misalnya:
- Ini muka penuh luka
siapa punya.
- Kura-kura dalam
perahu, pura-pura tidak tahu.
c.
Anastrof
Anastrof
atau inversi adalah semacam gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan
susunan kata yang biasa dalam kalimat. Misalnya:
-
Pergilah
ia meninggalkan kami, keherenan kami melihat perangainya.
d.
Apoofasis atau
preterisio
Aposio
atau disebut juga preterisio merupakan sebuah gaya di mana penulis atau
pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal. Berpura-pura
membiarkan sesuatu berlalu, tetapi sebenarnya ia menekankan hal itu.
Berpura-pura melindungi atau menyembunyikan sesuatu, tetapi sebanarnya
memamerkannya. Misalnya:
-
Saya
tidak mau mengungkapkan dalam forum ini bahasa Saudara telah menggelapkan
ratusan juta rupiahj uang negara.
e.
Apostrof
Adalah
semacam gaya yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu
yang tidak baik. Cara ini biasanya dipergunakan oleh oratot klasik. Misalnya:
-
Hai
kamu dewa-dewa yang berada di surga, datanglah dan bebaskanlah kami dari belenggu penindasan ini.
f.
Asindeton
Adalah
suatu gaya yang berupa acuan yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa
kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung.
Bentuk-bentuk itu biasanya dipisahkan saja dengan tanda koma, Misalnya:
-
Dan
kesesakan, kepedihan, kesaktian, seribu derita detik-detik penghabisan orang
melepaskan nyawa.
g.
Polisindeton
Polisindeton
adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asindeton. Beberapa kata,
frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata
sambung. Misalnya:
-
Dan
kemanakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah dan tak menyerah pada
gelap dan dingin yang bakal merntokkan bulu-bulunya?
h.
Kiasmus
Kiasmus
adalah semacam acuan atau gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian. Baik frasa
atau klausa, yang sifatnya berimbang, dan dipertentangkan satu sama lain,
tetapi susunan frasa atau klausanya itu
terbalik bila dibandingkan dengan frasa dan klausa lainnya. Misalnya:
-
Semua
kesabaran kami sudah hilang, lenyap sudah ketekunan kami untuk melanjutkan
uasaha itu.
i.
Elipsis
Elipsis
adalah suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang
dengan mudahnya dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau
pendengar, sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang
berlaku. Misalnya:
-
Masihkan
kau tidak percaya bahwa dari segi fisik bahwa engkau tak apa-apa, badanmu
sehat; tetapi psikis ...
Bila
bagian yang dihilangkan itu berada di tengah-tengah kalimat disebut anakoluton, misalnya:
-
Jika
Anda gagal melaksanakan tugasmu ... tetapi baiklah kita tidak membicarakan hal
itu.
Bila
pemutusan di tengah-tengah kalimat itu dimaksudkan untuk menyatakan secara tak
langsung suatu peringatan atau karena suatu emosi yang kuat, maka disebut aposiopesic.
j.
Aufemismus
Kata
eufemisme atau eufemismus diturunkan dari kata Yunani euphemizein yang berarti
“mempergunakan kata-kata dengan arti yang baik atau dengan tujuan yang baik”.
Sebagai gaya bahasa, eufemisme adalah semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan
yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang tidak
menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk
menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan
atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Misalnya:
-
Ayahnya
sudah tak ada di tengah-tengah mereka (= mati)
k.
Litotes
Adalah
semacam gaya bahasa yang dipakai untun menyatakan sesuatu dengan tujuan
merendahkan diri. Sesuatu hal dinyatakan kurang dari keadaan sebenarnyaatau
suatu pikiran dinyatakan dengan menyangkal lawan katanya.
-
Kedudukan
saya ini tidak ada artinya sama sekali.
l.
Histeron Proteron
Adalah
semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau
kebalikan dari sesuatu yang wajar, misalnya menempatkan sesuatu yang terjadi
kemudian pada awal peristiwa. Juga disebut hiperbaton.
-
Jendela
ini sudah memberi sebuah kamar padamu untuk dapat berteduh dengan tenang.
m. Pleonasme
dan Tautologi
Pada
dasarnya pleonasme dan tautologi adalah acuan yang mempergunakan kata-kata
lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatkan satu pikiran atau
gagasan. Suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu
dihilangkan, artinya tetap utuh. Sebaliknya, acuan itu disebut tautologi kalau
kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang
lain. Misalnya:
-
Saya
telah melihat kejadian itu dengan mata kepala saya sendiri.
(pleonasme)
-
Ia
tiba jam 20.00 malam waktu setempat.(tautologi)
n.
Perifrasis
Sebenarnya
periferis adalah gaya yang mirip dengan pleonasme, yaitu mempergubakan kata
yang lebih banyak dari yang diperlukan. Perbedaan terletak dalam hal bahwa
kata-kata yang berlebihan itu sebenarnya dapat diganti dengan satu kata saja. Misalnya:
-
Ia
telah beristirahat dengan damai (= mati, ataumeninggal).
o.
Prolepsis atau
Antisipasi
Prolepsis
atau antisipasi adalah semacam gaya bahasa di mana orang mempergunakan terlebih
dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang
sebenarnya terjadi. Misalnya:
-
Almarhum
Pardi pada waktu itu menyatakan bahwa ia tidak mengenal orang itu.
p.
Erotestis atau
Pertanyaan Retoris
Adalah
semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan
untuk mencapai efek yang lebih mendalam atau penekanan yang wajar, dan sama
sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban.
-
Rakyatkah
yang harus menanggung akibat semua korupsi dan manipulasi di negara ini.
q.
Silepsis dan Zeugma
Adalah
gaya bahasa di mana orang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan
menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya salah
satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama. Silepsis mempergunakan
gramatikal yang benar, tetapi secara semantik tidak benar.
-
Ia
suda kehilangan topi dan semangatnya.
Dalam
Zeugma kata yang dipakai untuk menggarisbawahi kedua kata berikutnya, sebenarnya
hanya cocok untuk salah satu daripadanya (baik secara logis maupun secara
gramatikal). Misalnya:
-
Dengan
membelalakan mata dan telinga, ia mengusir orang itu.
r.
Koreksio atau
Epanortosis
Adalah
suatu gaya yang berwujud, mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian
memperbaikinya.
-
Sudah
empat kali saya mengunjungi daerah itu, ah bukan, sudah lima kali.
s.
Hiperbola
Adalah
semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan
membesar-besarkan sesuatu hal. Misalnya:
-
Kemarahanku
sudah menjadi-jadi hingga hampir-hampir meledak aku.
t.
Paradoks
Paradoks
adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan
fakta-fakta yang ada. Paradoks dapat juga berarti semua hal yang menarik
perhatian karena kebenarannya. Misalnya:
-
Ia
mati kelaparan di tengah-tengah kakayaannya yang berlimpah-limpah,
u.
Oksimoron
Oksimoron
(okys = tajam, moros = gila, tolol) adalah suatu acuan yang berusaha untuk
menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan. Atau oksimoron
adalah gaya bahasa yang mengandung
pertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang berlawanan dengan frasa yang
sama, dan sebab itu sifatnya lebih padat dan tajam dari paradoks.
-
Keramah-tamahan
yang bengis.
-
Itu
sudah menjadi rahasia umum.
7.2.
Gaya
Bahasa Kiasan
Gaya bahasa kiasan ini pertama-tama dibentuk
berdasarkan perbandingan atau persamaan. Membandingkan sesuatu dengan hal yang
lain, berari mencoba menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua
hal tersebut.
-
Dia
sama pintar dengan kakaknya
-
Matanya
seperti bintang timur.
Perbedaan
antara kedua perbandingan di atas adalah dalam hal kelasnya. Perbandingan biasa
mencakup dua anggota yang termasuk dalam kelas yang sama, sedangkan
perbandingan kedua, sebagai bahasa kiasa, mencakup dua hal yang termasuk dalam
kelas yang berlainan.
Sebab
itu untuk menetapkan apakah suatu perbandingan itu merupakan bahasa kiasan atau
tidak, hendaknya diperhatikan tiga hal berikut:
1.
Tetapkanlah terlebih
dahulu kelas kedua hal yang diperbandingkan.
2.
Perhatikan tingkat
kesamaan atau perbedaan antara kedua hal tersebut.
3.
Perhatikan konteks di
mana ciri-ciri kedua hal itu diketemukan. Jika tidak ada persamaan maka
perbandingan itu adalah bahsa kiasan.
a.
Persamaan
atau Simile
Persamaan
atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Bersifat eksplisit
maksudnya adalah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang
lain. Untuk itu, ia memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan kasamaan
itu, yaitu kata-kata: seperti, sama,
sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya.
-
Kikirnya
seperti kepiting batu.
b.
Metafora
Metafora
adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam
bentuk yang singkat: bunga bangsa, buaya
darat, buah hati, dan sebagainya.
Metafora
sebagai perbandingan langsung tidak mempergunakan kata: seperti, bak, bagai, bagaikan,dan sebagainya, sehingga pokok yang
pertama kangsung dihubungkan dengan pokok yang kedua. Misalnya:
-
Pemuda adalah
bunga bangsa. Pemuda
adalah bunga bangsa, Pemuda
Bunga bangsa.
c.
Alegori,
Parabel, dan Fabel
Alegori
adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Makna kiasan ini harus
ditarik dari bawah kepermukaan ceritanya. Dalam alegori, nama-nama pelakunya
adalah sifat-sifat yang abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersirat.
Parabel
(parabola) adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh biasanya manusia yang
selalu mengandung tema moral. Istilah parabel dipakai untuk menyebut
cerita-cerita fiktif di dalam Kitab Suci yang bersifat alegori, untuk
menyampaikan suatu kebenaran moral atau kebenaran spiritual.
Fabel
adalah metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang, di mana
binatang-binatang bahkan makhluk-makhluk yang tidak bernyawa seolah-olah
sebagai manusia. Tujuan fabel seperti parabel aialah menyampaikan ajaran moral dan budi pekerti. Fabel myampaikan
suatu prinsip tingkah laku melalui
analogi yang transparan dari tindak-tandukbinatang, tumbuh-tumbuhan, atau
mahkluk yang tak bernyawa.
d.
Personifikasi
atau Prosopopoeia
Adalah
semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau
barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan.
-
Angin
yang meraung di tangah malam yang gelap itu menambah lagi ketakutan kami.
e.
Alusi
Alusi
adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat,
atau peristiwa. Ada tiga hal yang harus diperhatikan untuk membentuk sebuah
alusi yang baik, yaitu:
1.
Harus ada keyakinan bahwa hal yang dijadikan
alusi dikenal juga oleh pembaca.
2.
Penulis harus yakin bahwa
alusi itu membuat tulisannya menjadi lebih jelas.
3.
Bila alusi itu
menggunakan acuan yang sudah umum, maka usahakan untuk menghindari acuan
semacam itu.
f.
Eponim
Adalah
suatu gaya di mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan
sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Misalnya:
hercules dipakai untuk menyatakan kekuatan.
g.
Epitet
Epitet
adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari
seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang
menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang. Misalnya:
-
Lonceng
pagi untuk ayam jantan.
h.
Sinekdoke
Sinekdoke
adalah suatu istilah yang diturunkan dari kata Yunani synekdechesthai yang berarti menerima
bersama-sama. Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan
sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan atau mempergunakan
keseluruhan untuk menyatakan sebagian. Misalnya:
-
Setiap
kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp 1.000,-
i.
Metonimia
Kata
metonimia diturunkan dari kata Yunani
meta yang berarti menunjukkan perubahan atau onoma yang
berarti nama. Dengan demikian
metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk
menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat.
Misalnya:
-
Saya
meminum satu gelas, ia dua gelas.
j.
Antonomasia
Antonomasia
jugamerupakan sebuah bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah
cerita untuk menggantikan nama diri, atau gelar resmi, atau jabatan untuk
menggantikan nama diri. Misalnya:
-
Yang
Mulia tak dapat menghadiri pertemuan ini.
k.
Hipalase
Hipalase
adalah semacam gaya bahasa di mana sebuah
kata tertentu dipergunakan untuk menerangkan sebuah kata yang seharusnya
dikenakan pada sebuah kata yang lain. Atau secara singkat dapat dikatakan
hipalase adalah suatu kebalikan dari suatu relasi alamiah antara dua komponen
gagasan. Misalnya:
-
Ia
berbaring di atas sebuah bantal yang gelisah.
l.
Ironi,
Sinisme,dan Sarkasme
Ironi
atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna
atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Ironin akan berhasil kalau
pendengar juga sadar akan maksud yang disembunyikan di balik rangkaian
kata-katanya. Misalnya:
-
Tidak
dirukan lagi bahwa Andalah orangnya, sehingga semua kebijaksanaan
terdahulu harus dibatalkan seluruhnya.
Sinisme
yang diartikan sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung
ejekan terhadap keiklasan dan ketulusan hati. Sinisme dianggap lebih keras dari
ironi, namun kadang-kadang masih sukar diadakan perbedaan antara keduanya.
-
tidak diragukan lagi
bahwa Andalah orangnya, sehingga semua kebijaksanaan akan lenyap bersamamu!
Sarkasme
merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Ia adalah suatu
acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Sarkasme dapat juga
bersifat ironis, dapat juga tidak, tetapi yang jelas adalah gaya ini selalu
akan menyakiti hati dan kurang enak didengar.
-
Mulut
kau harimau kau.
m.
Satire
Satire
adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Bentuk ini tidak harus
bersifat ironis. Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusi. Tujuan
utamanya adalah agar diadakan perbaikan secarae tis maupun estetis.
n.
Inuendo
Inuendo
adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Ia
menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung, dan sering tampaknya
tidak menyakitkan hati kalau dilihat sambil lalu.misalnya:
-
Setiap
kali ada pesta, pasti ia akansedikit mabuk karena terlalu kebanyakan minum.
o.
Antifrasis
Antifrasis
adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna
kebalikannya yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau kata-kata yang
dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya.
-
Engkau
memang orang yang mulia dan terhormat.
p.
Pun
atau Paronomasia
Adalah
kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi. Ia merupakan permainan kata yang
didasarkan pada kemiripan bunyi, tetapi terdapat perbedaan besar dalam
maknanya.
-
“engkau
orang kaya!” “ya, kaya monyet!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar