Cari Blog Ini

Sabtu, 26 April 2014

Gaya Bahasa (Rangkuman)



Gaya Bahasa

1.        Pengertian Gaya Bahasa
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah.

2.        Sendi Gaya Bahasa
a.        Kejujuran
Kejujuran dalam bahasa berarti: kita mengikuti aturan-aturan, kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Pemakaian kata-kata yang kabur dan tidak terarah, serta penggunaan kalimat yang berbelit-belit adalah jalan untuk mengundang ketidakjujuran. Bahasa adalah alat untuk kita bertemu dan bergaul. Sebab itu, is harus digunakan pula secara tepat dengan memperhatikan sendi kejujuran.

      b.        Sopan santun
Di sini yang dimaksud dengan adalah memberi penghargaan atau menghormati orang yang di ajak bicara, khusunya pendengar atau pembaca. Rasa hormat dalam gaya bahasa dimanifestasikan melalui kejelasan dan kesingkatan.
Menyampaikan sesuatu dengan jelas berarti tidak membuat pembaca atau pendengar memeras keringat untuk mencari tahu apa yang ditulis atau dikatakan. Kesingkatan sering jauh lebih efektif daripada jalinan yang berliku-liku. Kesingkatan dapat dicapai melalui usaha untuk mempergunakan kata-kata secara efisien, meniadakan penggunaan dua kata atau lebih yang bersinonim secara longgar.

c.         Menarik
Sebuah gaya yang menarik dapat diukur melalui beberapa komponen berikut:  variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup (vitalitas), dan penuh daya khayal (imajinasi).

3.        Jenis-jenis Gaya Bahasa
a.         Segi Nonbahasa
1.        Berdasarkan pengarang: gaya yang disebut sesuai dengan nama pengarang dikenal berdasarkan ciri pengenal yang digunakan pengarang atau penulis dalam karangannya.
2.        Berdasarkan Masa: gaya bahasa yang didasarkan pada masa dikenal karena ciri-ciri tertentu yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tertentu.
3.        Berdasarkan Medium: medium berarti alat komunikasi. Tiap bahasa, karena struktur dan situasi sosial pemakainya, dapat memiliki corak tersendiri.
4.        Berdasarkan Subyek: subyek yang menjadi pokok pembicaraan dalam sebuah karangan dapat mempengaruhi pula pada gaya bahasa sebuah karangan.
5.        Berdasarkan Tempat: gaya ini mendapatkan namanya dari lokasi geografis, karena ciri-ciri kedaerahan mempengaruhi ungkapan atau ekspresi bahasanya.
6.        Berdasarkan Hadirin: seperti halnya subjek, maka hadirin atau jenis pembaca juga mempengaruhi gaya yang dipergunakan seorang pengarang.
7.        Berdasarkan Tujuan: gaya berdasarkan tujuan memperoleh namanya dari maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang, di mana pengarang ingin mencurahkan gejolak emotifnya.

b.        Segi Bahasa
·           Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata,
·           Gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana,
·           Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat,
·           Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.

4.        Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata
a.         Gaya Bahasa Resmi
Gaya bahasa resmi adalah gaya dalam bentuknya yang lengkap, gaya yang dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang dipergunakanoleh mereka yang diharapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara.

b.        Gaya Bahasa Tak Resmi
Gaya bahasa tak resmi juga merupakan gaya bahasa yang dipergunakan dalam bahasa standar, khususnya dalam kesempatan-kesempatan yang tidak formal atau kurang formal.

c.         Gaya Bahasa Percakapan
Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-kata populer dan kata-kata percakapan. Namun di sini harus ditambahkan segi-segi morfologis dan sintaksis yang secara bersama-sama membentuk gaya bahasa percakapan ini. Kalau dibandingkan dengan gaya bahasa resmi dan gaya bahsa tak resmi, maka gaya bahasa percakapan ini dapat diumpamakan sebagai bahasa dalam pakaian sport. Itu berarti bahasanya masih lengkap untuk suatu kesempatan, dan masih dibentuk menurut kebiasaan-kebiasaan, tetapi kebiasaan ini agak longgar bila dibandingkan dengan kebiasaan pada gaya bahasa resmi dan tak resmi.

5.        Gaya Bahasa Berdasarkan Nada
Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sering kali sugesti ini diikuti dengan sugesti suara dari pembicara, bila yang dihadapi adalah bahasa lisan.

a.        Gaya Sederhana
Gaya ini biasanya cocok untuk memberi instruksi, perintah, pelajaran, perkuliahan, dan sejenisnya maka gaya ini cocok pula digunakan untuk menyampaikan fakta atau pembuktian-pembuktian. Sebab itu untuk mempergunakan gaya ini secara efektif, penulis harus memiliki kepandaian dan pengetahuan yang cukup.
b.        Gaya Mulia dan Bertenaga
Sesuai dengan namanya, gaya ini penuh dengan vitalitas dan enersi, dan biasanya dipergunakan untuk menggerakkan sesuatu. Menggerakkan sesuatu tidak saja dengan mempergunakan tenaga dan vitalitas pembicara, tetapi juga dapat mempergunakan nada keagungan dan kemuliaan. Nada yang agung dan mulia akan sanggup pula menggerakkanemosi setiap pendengar. Khotbah tentang kemanusiaan dan keagamaan dan ketuhanan biasanya disampaikan dengan nada yang agung dan mulia.
c.         Gaya Menengah
Gaya menengah adalah gaya yang diarahkan kepada uasaha untuk menimbulkan suasana senang dan damai. Karena tujuannya adalah menciptakan suasana senang dan damai, maka nadanya juga bersifat lemah-lembut, penuh kasih sayang, dan mengandung humor yang sehat.
Karena sifatnya yang lemah-lembut dan sopan santun, maka gaya ini biasanya mempergunakan metafora bagi pilihan katanya. Ia akan lebih menarik bila mempergunakan perlambang-perlambang sementara itu ia memperkenalkan pula penyimpangan-penyimpangan yang menarik hati, cermat dan sempurna nadanya serta menyenangkan pula refleksinya.



6.        Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat
Yang dimaksud dengan struktur kalimat di sini adalah kalimat bagaimana tempat sebuah unsur yang dipentingkan dalam kalimat tersebut. Ada kalimat yang bersifat periodik,bila bagian yang terpenting atau gagasan yang mendapat penekanan ditempatkan pada akhir kalimat. Ada kalimat yang bersifat kendur, yaitu bila bagian kalimat yang mendapat penekanan ditempatkan pada awal kalimat. Ada yang bersifat jenis berimbang, yaitu kalimat yang mengandung dua bagian kalimat atau lebih yang kedudukannya sema tinggi atau sederajat.
a.        Klimaks
Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentinganya dari gagasan-gagasan sebelumnya.
b.        Antiklimaks
Antiklimaks dihasilkan oleh kalimat yang berstruktur mengendur. Antiklimaks sebagai gaya bahasa merupakan suatu acuan yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. Antiklimaks sering kurang efektif karena gagasan yang penting sitempatkan pada awal kalimat, sehingga pembaca atau pendengar tidak lagi memberi perhatian pada bagian-bagian berikutnya dalam kalimat itu.
c.         Paralelisme
Paralisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gratimakal yang sama. Perlu kiranya diingatkan bahwa bentuk paralelisme adalah sebuah bentuk yang baik untuk menonjolkan kata atau kelompok kata yang sama fungsinya.
d.        Antitesis
Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. Contoh:
-          Mereka sudah kehilangan banyak dari harta bendanya, tetapi mereka juga telah banyak memperoleh keuntungan daripadanya.

e.         Repetisi
Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian-bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Contoh:
-          Atu maukah kau pergi bersama serangga-serangga tanah, pergi bersama kecoak-kecoak, pergi bersama mereka yang menyusupi tanah, menyusupi alam?
Yang penting di antaranya adalah:
1.        Epizeuksis: repetisi yang bersifat langsung, artinya kata yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut. Misalnya: mari kita bekerja, bekerja, sekali lagi bekerja untuk mengejar semua ketinggalan kita.
2.        Tautotes: repetisi atas sebuah kata berulang-ulang dalam sebuah konstruksi. Misalnya: kau menuding aku, aku menuding kau, kau dan aku menjadi seteru.
3.        Anafora: adalah repetisi yang berwujud perulangan kata pertama pada setiap baris atau kalimat berikutnya.
4.        Epistrofa: adalah repetisi yang berwujud perulangan kata atau frasa pada akhir baris atau kalimat.
5.        Simploke (symploche): simploke adalah repetisi pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut.
6.        Mesodiplosis: adalah repetisi di tengah baris-baris atau beberapa kalimat berurutan.
7.        Epanalepsis: pengulangan yang berwujud kata terakhir dari baris, klausa atau kalimat, mengulang kata pertama.
8.        Anadiplosis: kata atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa pertama dari klausa atau kalimat berikutnya.

7.        Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Gaya bahasa berdasarkan makna diukur dari langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. Bila acuan yang digunakan itu masih mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos. Tetapi bila sudah ada perubahan makna, entah berupa makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dari makna denotatifnya, maka acuan itu dianggap sudah memiliki gaya sebagai yang dimaksud disini.
7.1.  Gaya Bahasa Retoris
a.        Aliterasi
Aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa, untuk perhiasan atau untuk penekanan. Misalnya:
-Takut titik lalu tempuh.
- Keras-keras kerak kena air lembut juga.
b.        Asonansi
Asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa untuk memperoleh efekpenekanan atau sekedar keindahan. Misalnya:
- Ini muka penuh luka siapa punya.
- Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu.
c.         Anastrof
Anastrof atau inversi adalah semacam gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Misalnya:
-          Pergilah ia meninggalkan kami, keherenan kami melihat perangainya.
d.        Apoofasis atau preterisio
Aposio atau disebut juga preterisio merupakan sebuah gaya di mana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal. Berpura-pura membiarkan sesuatu berlalu, tetapi sebenarnya ia menekankan hal itu. Berpura-pura melindungi atau menyembunyikan sesuatu, tetapi sebanarnya memamerkannya. Misalnya:
-          Saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini bahasa Saudara telah menggelapkan ratusan juta rupiahj uang negara.
e.         Apostrof
Adalah semacam gaya yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak baik. Cara ini biasanya dipergunakan oleh oratot klasik. Misalnya:
-          Hai kamu dewa-dewa yang berada di surga, datanglah dan bebaskanlah kami dari  belenggu penindasan ini.
f.          Asindeton
Adalah suatu gaya yang berupa acuan yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Bentuk-bentuk itu biasanya dipisahkan saja dengan tanda koma, Misalnya:
-          Dan kesesakan, kepedihan, kesaktian, seribu derita detik-detik penghabisan orang melepaskan nyawa.

g.        Polisindeton
Polisindeton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asindeton. Beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung. Misalnya:
-          Dan kemanakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah dan tak menyerah pada gelap dan dingin yang bakal merntokkan bulu-bulunya?
h.        Kiasmus
Kiasmus adalah semacam acuan atau gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian. Baik frasa atau klausa, yang sifatnya berimbang, dan dipertentangkan satu sama lain, tetapi  susunan frasa atau klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa dan klausa lainnya. Misalnya:
-          ­Semua kesabaran kami sudah hilang, lenyap sudah ketekunan kami untuk melanjutkan uasaha itu.

i.          Elipsis
Elipsis adalah suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudahnya dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang berlaku. Misalnya:
-          Masihkan kau tidak percaya bahwa dari segi fisik bahwa engkau tak apa-apa, badanmu sehat; tetapi psikis ...
Bila bagian yang dihilangkan itu berada di tengah-tengah kalimat disebut anakoluton, misalnya:
-          Jika Anda gagal melaksanakan tugasmu ... tetapi baiklah kita tidak membicarakan hal itu.
Bila pemutusan di tengah-tengah kalimat itu dimaksudkan untuk menyatakan secara tak langsung suatu peringatan atau karena suatu emosi yang kuat, maka disebut aposiopesic.
j.          Aufemismus
Kata eufemisme atau eufemismus diturunkan dari kata Yunani euphemizein yang berarti “mempergunakan kata-kata dengan arti yang baik atau dengan tujuan yang baik”. Sebagai gaya bahasa, eufemisme adalah semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Misalnya:
-          Ayahnya sudah tak ada di tengah-tengah mereka (= mati)

k.        Litotes
Adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untun menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Sesuatu hal dinyatakan kurang dari keadaan sebenarnyaatau suatu pikiran dinyatakan dengan menyangkal lawan katanya.
-          Kedudukan saya ini tidak ada artinya sama sekali.

l.          Histeron Proteron
Adalah semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar, misalnya menempatkan sesuatu yang terjadi kemudian pada awal peristiwa. Juga disebut hiperbaton.
-          Jendela ini sudah memberi sebuah kamar padamu untuk dapat berteduh dengan tenang.

m.      Pleonasme dan Tautologi
Pada dasarnya pleonasme dan tautologi adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatkan satu pikiran atau gagasan. Suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu dihilangkan, artinya tetap utuh. Sebaliknya, acuan itu disebut tautologi kalau kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain. Misalnya:
-          Saya telah melihat kejadian itu dengan mata kepala saya sendiri. (pleonasme)
-          Ia tiba jam 20.00 malam waktu setempat.(tautologi)

n.        Perifrasis
Sebenarnya periferis adalah gaya yang mirip dengan pleonasme, yaitu mempergubakan kata yang lebih banyak dari yang diperlukan. Perbedaan terletak dalam hal bahwa kata-kata yang berlebihan itu sebenarnya dapat diganti dengan satu kata saja. Misalnya:
-          Ia telah beristirahat dengan damai (= mati, ataumeninggal).

o.        Prolepsis atau Antisipasi
Prolepsis atau antisipasi adalah semacam gaya bahasa di mana orang mempergunakan terlebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi. Misalnya:
-          Almarhum Pardi pada waktu itu menyatakan bahwa ia tidak mengenal orang itu.




p.        Erotestis atau Pertanyaan Retoris
Adalah semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam atau penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban.
-          Rakyatkah yang harus menanggung akibat semua korupsi dan manipulasi di negara ini.

q.        Silepsis dan Zeugma
Adalah gaya bahasa di mana orang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama. Silepsis mempergunakan gramatikal yang benar, tetapi secara semantik tidak benar.
-          Ia suda kehilangan topi dan semangatnya.
Dalam Zeugma kata yang dipakai untuk menggarisbawahi kedua kata berikutnya, sebenarnya hanya cocok untuk salah satu daripadanya (baik secara logis maupun secara gramatikal). Misalnya:
-          Dengan membelalakan mata dan telinga, ia mengusir orang itu.

r.         Koreksio atau Epanortosis
Adalah suatu gaya yang berwujud, mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya.
-          Sudah empat kali saya mengunjungi daerah itu, ah bukan, sudah lima kali.

s.         Hiperbola
Adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal. Misalnya:
-          Kemarahanku sudah menjadi-jadi hingga hampir-hampir meledak aku.

t.          Paradoks
Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Paradoks dapat juga berarti semua hal yang menarik perhatian karena kebenarannya. Misalnya:
-          Ia mati kelaparan di tengah-tengah kakayaannya yang berlimpah-limpah,

u.        Oksimoron
Oksimoron (okys = tajam, moros = gila, tolol) adalah suatu acuan yang berusaha untuk menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan. Atau oksimoron adalah gaya bahasa yang  mengandung pertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang berlawanan dengan frasa yang sama, dan sebab itu sifatnya lebih padat dan tajam dari paradoks.
-          Keramah-tamahan yang bengis.
-          Itu sudah menjadi rahasia umum.

7.2.  Gaya Bahasa Kiasan
 Gaya bahasa kiasan ini pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan. Membandingkan sesuatu dengan hal yang lain, berari mencoba menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua hal tersebut.
-          Dia sama pintar dengan kakaknya
-          Matanya seperti bintang timur.
Perbedaan antara kedua perbandingan di atas adalah dalam hal kelasnya. Perbandingan biasa mencakup dua anggota yang termasuk dalam kelas yang sama, sedangkan perbandingan kedua, sebagai bahasa kiasa, mencakup dua hal yang termasuk dalam kelas yang berlainan.
Sebab itu untuk menetapkan apakah suatu perbandingan itu merupakan bahasa kiasan atau tidak, hendaknya diperhatikan tiga hal berikut:
1.        Tetapkanlah terlebih dahulu kelas kedua hal yang diperbandingkan.
2.        Perhatikan tingkat kesamaan atau perbedaan antara kedua hal tersebut.
3.        Perhatikan konteks di mana ciri-ciri kedua hal itu diketemukan. Jika tidak ada persamaan maka perbandingan itu adalah bahsa kiasan.

a.        Persamaan atau Simile
Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Bersifat eksplisit maksudnya adalah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu, ia memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan kasamaan itu, yaitu kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya.
-          Kikirnya seperti kepiting batu.

b.        Metafora
Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat: bunga bangsa, buaya darat, buah hati, dan sebagainya.
Metafora sebagai perbandingan langsung tidak mempergunakan kata: seperti, bak, bagai, bagaikan,dan sebagainya, sehingga pokok yang pertama kangsung dihubungkan dengan pokok yang kedua. Misalnya:
-          Pemuda adalah bunga bangsa.        Pemuda adalah bunga bangsa, Pemuda
     Bunga bangsa.




c.         Alegori, Parabel, dan Fabel
Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Makna kiasan ini harus ditarik dari bawah kepermukaan ceritanya. Dalam alegori, nama-nama pelakunya adalah sifat-sifat yang abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersirat.
Parabel (parabola) adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh biasanya manusia yang selalu mengandung tema moral. Istilah parabel dipakai untuk menyebut cerita-cerita fiktif di dalam Kitab Suci yang bersifat alegori, untuk menyampaikan suatu kebenaran moral atau kebenaran spiritual.
Fabel adalah metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang, di mana binatang-binatang bahkan makhluk-makhluk yang tidak bernyawa seolah-olah sebagai manusia. Tujuan fabel seperti parabel aialah menyampaikan ajaran  moral dan budi pekerti. Fabel myampaikan suatu prinsip tingkah laku  melalui analogi yang transparan dari tindak-tandukbinatang, tumbuh-tumbuhan, atau mahkluk yang tak bernyawa.
d.        Personifikasi atau Prosopopoeia
Adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan.
-          Angin yang meraung di tangah malam yang gelap itu menambah lagi ketakutan kami.

e.         Alusi
Alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. Ada tiga hal yang harus diperhatikan untuk membentuk sebuah alusi yang baik, yaitu:
1.         Harus ada keyakinan bahwa hal yang dijadikan alusi dikenal juga oleh pembaca.
2.        Penulis harus yakin bahwa alusi itu membuat tulisannya menjadi lebih jelas.
3.        Bila alusi itu menggunakan acuan yang sudah umum, maka usahakan untuk menghindari acuan semacam itu.

f.         Eponim
Adalah suatu gaya di mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Misalnya: hercules dipakai untuk menyatakan kekuatan.
g.        Epitet
Epitet adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau  suatu barang. Misalnya:
-          Lonceng pagi untuk ayam jantan.

h.        Sinekdoke
Sinekdoke adalah suatu istilah yang diturunkan dari kata Yunani synekdechesthai yang berarti menerima bersama-sama. Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian. Misalnya:
-          Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp 1.000,-

i.          Metonimia
Kata metonimia diturunkan dari kata Yunani meta yang berarti menunjukkan perubahan atau onoma yang berarti nama. Dengan demikian metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Misalnya:
-          Saya meminum satu gelas, ia dua gelas.
j.          Antonomasia
Antonomasia jugamerupakan sebuah bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah cerita untuk menggantikan nama diri, atau gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri. Misalnya:
-          Yang Mulia tak dapat menghadiri pertemuan ini.

k.        Hipalase
Hipalase adalah semacam gaya bahasa di mana sebuah  kata tertentu dipergunakan untuk menerangkan sebuah kata yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain. Atau secara singkat dapat dikatakan hipalase adalah suatu kebalikan dari suatu relasi alamiah antara dua komponen gagasan. Misalnya:
-          Ia berbaring di atas sebuah bantal yang gelisah.

l.          Ironi, Sinisme,dan Sarkasme
Ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian  kata-katanya. Ironin akan berhasil kalau pendengar juga sadar akan maksud yang disembunyikan di balik rangkaian kata-katanya. Misalnya:
-          Tidak dirukan lagi bahwa Andalah orangnya, sehingga semua kebijaksanaan terdahulu  harus dibatalkan seluruhnya.
Sinisme yang diartikan sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keiklasan dan ketulusan hati. Sinisme dianggap lebih keras dari ironi, namun kadang-kadang masih sukar diadakan perbedaan antara keduanya.
-          ­tidak diragukan lagi bahwa Andalah orangnya, sehingga semua kebijaksanaan akan lenyap bersamamu!
Sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Ia adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Sarkasme dapat juga bersifat ironis, dapat juga tidak, tetapi yang jelas adalah gaya ini selalu akan menyakiti hati dan kurang enak didengar.
-          Mulut kau harimau kau.

m.      Satire
Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Bentuk ini tidak harus bersifat ironis. Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusi. Tujuan utamanya adalah agar diadakan perbaikan secarae tis maupun estetis.
n.        Inuendo
Inuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Ia menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung, dan sering tampaknya tidak menyakitkan hati kalau dilihat sambil lalu.misalnya:
-          Setiap kali ada pesta, pasti ia akansedikit mabuk karena terlalu kebanyakan minum.
o.        Antifrasis
Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya.
-          Engkau memang orang yang mulia dan terhormat.

p.        Pun atau Paronomasia
Adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi. Ia merupakan permainan kata yang didasarkan pada kemiripan bunyi, tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya.
-          “engkau orang kaya!” “ya, kaya monyet!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar