Cari Blog Ini

Kamis, 24 April 2014

Meurukon




MEURUKÔN

I.       Pengertian Meurukôn

Meurukôn merupakan salah satu jenis kesenian yang sangat islami dalam masyarakat Aceh, karena meurukon ini termasuk salah satu strategi dakwah dalam menyampaikan berbagai persoalan hukum Islam bagi masyarakat, mulai dari bentuk-bentuk hukum yang ringan sampai persoalan hukum Islam yang terkadang banyak yang tidak dipahami masyarakat. Kata-kata meurukôn sendiri jika ditilik dari segi bahasa Aceh. “Meu” adalah kata penghubung terhadap suatu persoalan yang sifatnya kepada perbuatan. Sedangkan “Rukôn” itu sendiri adalah arti daripada rukun.


II.    Pembahasan

Meurukon, sebuah tradisi yang hidup dalam budaya masyarakat Aceh. Kehadirannya tidak terlepas dari budaya kehidupan masyarakat Aceh yang Islami. Dalam tradisi meurukon, antara irama dan pesan agama di kolaborasikan menjadi satu yang dinamakan “meurukon”.
Dalam acara meurukon biasanya diperdebatkan dua atau tiga kafilah (kelompok). Satu kafilah biasanya berjumlah enam sampai sepuluh orang. Mereka dipimpin oleh seorang syeh.
Materi yang diperdebatkan, serta jawaban yang diberikan akan dinilai oleh para hakim yang disebut Syeh Kuna yang biasanya berjumlah tiga sampai lima orang. Materi yang diperdebatkan dalam rukon semuanya soal agama.
Perdebatan dalam rukon sangat alot. Untuk menghindari salah tafsir dari rukon, acara ini tidak disebut sebagai pertandingan atau adu argumen soal agama. Tapi disebut sebagai acara meutrang-trang agama, saling menjelaskan soal pemahaman agama.
Acara meurukon biasanya diadakan di sebuah rangkang (balai), makanya disebut juga sebagai ajang debat ala tengku rangkang. Namun sering juga diadakan di meunasah (surau). Kafilah yang akan berdebat duduk bersila di atas balai. Antara kafilah yang satu dengan lainnya duduk terpisah. Permulaan rukon diawali dengan khutbah rukon. Syeh setiap kafillah menyampaikan mukaddimah, memperkenalkan kafilahnya kepada penonton. Waktu pelaksanaannya pada malam hari sehabis waktu shalat Isya hingga berakhir larut malam atau bahkan menjelang subuh.
Kemampuan syeh setiap kafillah membangkit radat (irama) mampu membuat penonton betah sampai pergelaran rukon usai. Suasana rukon terasa sangat hidup ketika suara syeh setiap kafilah melengking membangkitkan berbagai irama syair religi. Syair mengajukan dan menjawab pertanyaan yang kemudian diikuti oleh para anggota kafilah.
Setelah khutbah rukon, syeh kuna mengajukan beberapa pertanyaan pembuka kepada setiaf kafilah secara bergiliran. Syeh kuna akan menilai tingkat kebenaran dan rincian jawaban masing-masing kafilah. Babak selanjutnya syeh kuna tidak lagi mengajukan pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya akan diajukan satu kafilah ke kafilah lain, syeh kuna hanya menilai, pertanyaan dan jawaban yang diberikan. Saat saling melemparkan pertanyaan dan menjawab itulah penonton mendapat kupasan ilmu agama.
Kafilah yang mendapat pertanyaan, dengan dikomandoi syeh akan menjawab pertanyaan tersebut. Kemudian kafilah penanya akan merespon apakah jawaban yang diberikan benar atau tidak. Adakalanya antara penanya dan penjawab merasa sama-sama benar. Untuk mencari mana kebenaran yang sesungguhnya, maka pertanyaan itu dilemparkan secara bersama kepada syeh kuna untuk meluruskannya. Meminta penilaian syeh kuna juga dilakukan melalui syair, seperti:
            Teungku meunan kamoë meunoë
Masaalah nyoë bek temeudakwa
Wahé e tungku kamoë hana meutuôh
Pulang u teungku syeh kuna.

atau

Tengku ka meunan kamoe ka meuno
Bak masalahnyo bek ta meudawa
Wahe teungku guree dikamoe
Lon pulang jinoe nibak syeh Kuna

Selanjutnya, Syeh Kuna akan meluruskan jawaban, dengan berbagai dalil, karena itulah acara meurukon disebut juga sebagai ajang bedah kitab keislaman. Kemampuan setiap kafilah dalam mengajukan dan menjawab pertanyaan sangat bergantung pada banyaknya referensi kitab yang mereka baca. Malah, satu pertanyaan sering dikupas sampai berjam-jam. Untuk mengupas tata letak akasara dalam kalimah bismillah saja kadang membutuhkan waktu semalam suntuk. Tentu semua proses dalam kesenian Meurukon ini, disampaikan dalam bentuk irama syair.
Kafilah yang dianggap menang adalah, bila mampu menjawab banyak pertanyaan dari kelompok lain dan memiliki irama yang bagus di saat menjawab atau menanyakan sesuatu persoalan.
Salah satu pertanyaan yang sering dimunculkan tentang hukum Islam dalam Meurukon ini misalnya, “seseorang bermimpi berbuat zina di siang hari, habis itu ia terjaga dan harus mandi dengan menimba air. Tapi saat itu timbanya tidak tersedia, timba tersebut adanya di dalam Mesjid, lalu bagaimana ia niatkan untuk mengambil tumba yang ada dalam Mesjid itu sedangkan tubuh orang tersebut dalam keadaan hadas besar?”. Begitulah contoh-contoh pertanyaan yang dimunculkan dalam seni Meurukon masyarakat Aceh.
           
            Ciri-ciri Meurukon

            Ciri-ciri meurukon antara lain:
-          berhubungan dengn agama;
-          menggunakan bahasa irama;
-          ada pertanyaan dan jawaban
-          ada pembukaan dan isi, bagian pembukaan berisi doa-doa dan salawat kepada nabi, ada terdapat soal dan pertanyaan, bagian isi lazim disebut dengan “bhah”;
-          dipimpin oleh syeh;
-          ada pertanyaan dan jawaban.

Ciri khas rukon adalah, materi yang diperdebatkan semuanya berkaitan dengan hukum Islam. Mengajukan dan menjawab pertanyaan disampaikan dalam syair yang spontanitas. Hal inilah yang jadi daya tarik rukon. Di kampung-kampung Aceh, saat pergelaran rukon, masyarakat berbondong-bondong untuk megikutinya. Karena ada pengetahuan agama yang diajarkan melalui perdebatan para kafillah. Malah ada ibu-ibu yang ikut membawakan ayunan untuk menidurkana naknya di tempat pergerakan rukon.

Contoh Meurukon

                        Berdasarkan ciri-ciri meurukon, yang didalamnya dimulai dengan pertanyaan dan dan jawaban, menurut saya mungkin ini termasuk kedalam meurukon, karena dimulai dengan pertanyaan. Contoh ini saya ambil pada waktu di pengajian dulu. Seperti:

·      Rukon sembahyang na padum boh perkara?
-       Na 13,
·      Toh 13?
-          Pertama niet, dua berdiri, lhee tekebi, teuma keupeut patihah tabeut lam berdiri, limong rukuk nam itidal tujoh sujud teuma keulapan duk antara dua sujud.ke sikureung duk di dalam tahiyat akhe meusilaweut keu Muhammad siploh hase.siblah ta duk ta mucap dua kalimat syahdat dua blah saleum lhee blah tertib ingat beuthat..


·         Rukon iman na padum boh perkara?
-          Na 6
·         Toh toh nam?
-          Pertama percaya keu Allah, keudua percaya keu malaikat, ke lhee percaya keu kitab, keupeut percaya ke rasul, keu limong percaya keu untong get dan untong jeut daripada Allah ta’ala


III.             Referensi(Tanggal: 25 Mei 2012)

Kota Lhokseumawe [Archive] - Aceh Forum Community http://www.acehforum.or.id/archive/index.php/t-2398.html


Aceh Dalam Lintasan Sejarah Seni dan Budaya | Lembaga Kajian Agama dan Sosial Banda Aceh http://www.lkas.org/sosial_budaya/detail/17/aceh_dalam_lintasan_sejarah_seni_dan_budaya.html


http://sentralfuadi.wordpress.com/2011/12/10/pemerintah-wajib-lestarikan-kelompok-meurukon/
           
           

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar