KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur
dipanjatkan kepada ALLAH swt, yang telah member rahmat serta karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini berjudul Polisemi. Isi makalah ini menyangkut
tentang semantik yang di dalamnya terdapat pembahasan tentang polisemi,
contoh-contohnya dan perbedaaannya dengan homonimi. Pembuatan makalah ini
ditujuankan untuk menambah wawasan pembaca tentang bahasan polisemi dan untuk
mempermudah para pembaca dalam memahami polisemi.
Kemudian,
ucapan terima kasih kami ucapkan kepada bapak Armia, dan pihak-pihak tertentu yang telah membantu
mengarahkan dalam penulisan makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari yang diharapkan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
untuk perbaikan penulisan makalah ke depannya. Semoga makalah ini bermanfaat.
|
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
POLISEMI DALAM
BAHASA INDONESIA
I. PENDAHULUAN........................................................................................... 1
I. PENDAHULUAN........................................................................................... 1
1.1 Latar
Belakang dan Masalah...................................................................... 1
1.2 Tujuan
Pengkajian....................................................................................... 3
II. PEMBAHASAN............................................................................................. 4
2.1
Pengetian Makna Leksikal, Makna Gramatikal, dan Makna Konteks...... 5
2.2
Pengertian Polisemi................................................................................... 9
2.3
Contoh-Contoh Polisemi dan Perbedaannya dengan Bentuk Makna Lain15
III. PENUTUP..................................................................................................... 19
3.1 Kesimpulan.............................................................................................. 19
3.2 Saran........................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 21
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Dalam
berbahasa baik lisan maupun tulisan tentu ada pesan yang ingin disampaikan.
Pesan hanya bisa diterima bila si pendengar atau si pembaca mampu memaknai apa
yang disampaikan lewat tuturan lisan ataupun lewat tulisan. Sehingga wajar bila
Wallace dan Chafe (1973) mengungkapkan bahwa berpikir tentang bahasa,
sebenarnya, sekaligus melibatkan makna (Djajasudarma, 1993).
Kemampuan memaknai dalam kegiatan berbahasa menyebabkan terjalinnya
komunikasi dari dua belah pihak, yaitu penyampai pesan dan penerima pesan.
Terjalinnya komunikasi berarti juga terjadinya sikap saling mengerti, sehingga
apa yang ingin disampaikan dapat dipahami dengan baik. Begitu pentingnya
kemampuan memaknai sehingga kita perlu mempelajari makna itu sendiri. Dalam hal
ini Djajasudarma (1993) mengatakan “Mempelajari tentang makna hakikatnya
berarti mempelajari bagaimana setiap pemakai bahasa dalam suatu masyarakat bisa
saling mengerti.
Dalam Bahasa Indonesia telah
diketahui salah satu dari tataran analisis yaitu semantik. Dalam
Penelususrannya dianggap sangat sukar ditelussuri dan dianalisis strukturnya.
Makna bersifat arbitrer, berbeda dengan morfem atau kata, sebagai sasaran dalam
studi Morfologi, yang strukturnya tampak jelas dan dapat disegmen-segmenkan.
Akan tetapi, semantik adalah komponen bahasa yang tidak dapat dipisahkan dalam
pembicaraan lingustik. Tidak akan dianggap lengkap dalam pembahasan tanpa
membicarakab makna karena dalam berbahasa tujuannya ialah untuk mneyampaikan
makna-makna. Pembahasan semantik memang tidak akan ditemukan titik temu makna
yang pas,selain semantik menyangkut persoalan dalam bahasa, semnatik juga
menyangkut persoalan di luar bahasa seperti masalah agama, pandangan hdup,
budaya, norma, dan tata nilai yang berlaku dalam masyarakat turut meruwetkan
persoalan semantik. Pada semantik ini hanya akan membahas tentang polisemi yang
menarik perhatian dengan banyaknya makna yang terkadang melebihi makana selain
leksikal. Kemudian, bagaimana caramembedakannya dengan bentuk-bentuk yang disebut homonimi? Apa
bedanya dengan ambiguitas?
1.2 Tujuan Pengkajian
Tujuan pengkajian makalah ini ialah
1. untuk
memperjelas bahasan tentang polisemi
2. untuk
membedakan antara polisemi dengan homonimi dan polisemi dengan ambiguitas.
II.
PEMBAHASAN
Semantik
mempelajari tentang makna. Dalam hal ini kami akan lebih membahas bagian dalam semantik
yaitu polisemi. Dalam hal kaitan makna sangat rumit dan sulit menentukan arti
yang pas. Sebelum membahas lebih lanjut, kita harus mengetahui terlebih dahulu
berbagai jenis makna yang ada dalam semantik, antara lain: makna leksikal,
makna gramtikal, makna konteks, dan makna konotatif dan denotatif. Di sini
hanya makna leksikal, makna gramatikal, dan makna konteks yang dijelaskan
sedikit karena mungkin dianggap lebih dekat kaitannya dengannya polisemi.
Dalam
kaitan penjelasan makna, ada tiga cara yang dipakai oleh para linguis dan
filusuf dalam usahanya menjelaskan makna dalam bahasa Indonesia, yaitu (a) dengan
memberikan definisi hakikat makna kata, (b) dengan mendefinisi hakikat makna
kalimat, (c) dengan menjelaskan proses komunikasi. Pada cara pertama, makna
kata diambil sebagai konstruk, yang dalam konstruk itu makna kalimat dan
komunikasi dapat dijelaskan. Pada cara kedua, makna kalimatlah yang diambil
sebagai dasar, dengan kata-kata dipahami sebagai penyumbang yang sistematik
terhadap makna kalimat, dan pada cara yang ketiga baik makna kalimat maupun
makna kata dijelaskan dalam batas-batas penggunaanya pada tindak komunikasi.
Bukanlah sesuatu yang kebetulan jika adanya tiga tipe penjelasan seperti itu.
Pertama, jelas ada hubungannya antara kata dan benda. Kita menggunakan kata
bila kita mengacu pada benda dan tindakan(pikirlah kata-kata seperti cup, horse,
woman, cooking, thinking, etc). Penjelasan terhadap hubungan
ini jelas
merupakan tugas semantik. Umumnya, kalimat-kalimat dipergunakan untuk
menjelaskan hakikat hubungan antara kalimat dan keadaan yang dideskripsikan
kalimat-kalimat itu.
2.1 Pengertian Makna Leksikal, Makna
Gramatikal, dan Makna Konteks
2.1.1
Makna Leksikal
Dalam makna leksikal, yang
berkaitan dengan polisemi berdasarkan penelitian leksem dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
a.
Sebuah kata dapat mempunyai lebih dari
satu makna. Sebgaia contoh dapat kita ambli kata paku. Dalam kamus Purwadaminta
dapat dilihat maknanya: 1pasat atau penyemat yang dibuat dari besi,
dsb. 2 pakis(tumbuhan yang membiak denngan spora).
b.
Beberapa kata yang berbeda dapat memberikan
makna yang sama misalnya benteng dan sapi.
c.
Makna suatu kata dapat diuraikan menjadi
komponen-komponen, misalnya kata babu, makananya dapat diuraikan menjadi dua
komponen,yaiut perempuan dan pembanturumah tangga.
d.
Kombinasi kata dapat mempunyai makan yang lain
daripada makna kata-kata tersebut bisa berdiri sendiri, misalnya kaki tangan
dan mayta-mata.
e.
Pasangan kata dapat mempunyai makna yang
berlawanan, misalnya besar-kecil dan tua-muda.
f.
Dalam makna sebuah kata dapat termasuk makana
lain, misalnya dalam kata bunga yang dapat termasuk di dalamnya antara lalin:
melati, mawar, kenanga, cempaka, dan dahlia.
2.1.2
Makna Gramatikal
Dalam
makna gramatikal, makna leksem terpsah belum dapat dipastikan. Tata bahasa
mempelajari penyusunan kata yang mungkin dapat dilakukan dalam suatu bahasa dan
juga penyusunan-penyusunan bunyi dari bahasa
itu. Gramatkal berarti sesuai dengan susunan kata yang dapat diterima
oleh penutur asi suatu bahasa atau sesuai dengan tata bahasa. Sintaksis
mempelajari susunan kata dan hubungan kata dengan frase, anak kalimat, dan
kalimat. Menurut M. Lamb, sintaksis tradisonal suatu bahasa mengatur bagaimana
leksem-leksemnya dapat dikombinasikan untk membentuk kalimat. Sintaksis bahasa
inggris terdiri atas: S(subjek= pokok kalimat), P(predikat= sebutan) . S diisi
oleh N((nomina= kata benda) dan P diisi oleh V(vera=kata kerja). Dalam bahasa
Indonesia S P dapat diisi oleh NN, NV, NA(ajektif=kata sifat) dan N Adv(
Adverbia=keterangan tambahan).
Contoh
:
ia
guru NN
ia
makan NV
ia
pandai NA
Ayahnya
di rumah NAdv
Tetapi
dengan mengisi pola kalimat di atas jelas kata yang sama, kalimat yang dibentuk
tidak mempunyai arti apa-apa.
Contoh
: N V
Meja tidur
Kalau kalimatnya lebih lengkap:
N V N
Kursi makan batu
Kuda membaca buku
Dari
contoh kalimat di atas dapat kita lihat bila N diisi oleh semua leksem dari kelas nomina dan V diisi oleh semua
leksem dari kelas verba, hasil deretan kata itu tidak memberikan makna apa-apa.
Perhatikan
kalimat-kalimat di bawah ini:
1. Kelinci
membeli pisang di langit;
2. Udara
sejuk makan batu besar;
3. Itu
ibu anak ada menjual gado-gado;
4. Anak
itu pergi ke sekolah.
Kalimat 1 dan 2 tidak mempunyai arti sama sekali
karena kata membeli hanya berlaku untuk makhluk hidup, yaitu manusia. Kelinci
adalah makhluk hidup tetapi bukan manusia, dan pisang tidak ada di langit.
Begitu juga dengan kalimat no 2. Kalimat nomor 3 dan 4 dapat dimengerti biarpun
nomor 3 susunannya kurang tepat.
Seharusnya:
N V
Ibu
anak itu menjual gado-gado
Dari
contoh di atas dapat dilihat bahwa biarpun susunan kalimat itu benar secara
gramtikal, tetapi idak benar secara semantik. Dalam susunan kalimat, makna
kata(semen) harus juga diperhatikan.
2.1.3
Makna Konteks
Makna suatu leksem ditentukan oleh
konteks tempat leksem itu berada.
Contoh;
(1a) Ibu menggulai paku
(1b) Paku kecil tidak kuat untuk
menyambung papan setebal itu.
(2a) Dahulu kala daerah ini diperintah
oleh seorang raja.
(2b) Kakinya bengkak karena digigit kala
(3a) Ia kalah ujian(=tidak lulus)
(3b) Negara itu memang termasuk Negara
yang kalah perang dalam perang Dunia II(tidak menang)
(3c) Sawah si A kalah luasnya dengan
sawah si B(=kurang luasnya).
Dari
contoh-contoh di atas dapat dillihat perbedaan-perbedaan makna leksem paku.
Kala, dan kalah dari kelompok a dengan kelompok b dan c.
1.2
Pengertian Polisemi
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
edisi ketiga, Polisemi berarti 1bentuk bahasa(kata,frasa, dsb) yang
mempunyai makna lebih dari satu. Polisemi juga lazim diartikan sebagai satuan
bahasa terutama kata, bisa juga prase)yang memilki makna lebih dari satu. Polisemi
berkaitan dengan kata atau yang disebut leksem.
Polisemi berasal dari kata poly dan sema, yang masing-masing berarti ‘banyak’ dan ‘tanda’. Jadi,
polisemi berarti satuan bahasa(terutama kata, bisa juga frase) yang memiliki
banyak makna atau lebih dari satu. Dalam bahasa indonesia, dijumpai kata-kata
yang menanggung beban makna yang begitu banyak. Contohnya adalah kepala.
De Saussure(1916:153) dalam
buku Semantik Beberapa Topik( Gudai,
1989: ) menunjukkan kuda dalam permainan catur adalah kuda bukan karena memang
merupakan kualisifikasinya(bentuk, ukuran, dan lain-lain), tetapi karena peran
yang dimilikinya dalam hubungan dengan buah catur yang lain.
Mengenai polisemi, dapat terjadi hal-hal
sebagai berikut:
a) Suatu
leksem dapat berarti lebih dari satu, misalnya kata kubik berarti 1kupas(dengan
kuku); 2pangkat tiga, 1 meter kubik= 1m3
b) Leksem
yang mempunyai sebuah arti tertentu dipakai untuk benda lain, misalnya bagian
tubuh manusia seperti kaki, leher, mulut, pinggang dipakai untuk benda lain
dalam dasar perbandingan yang sama. Contoh: kaki meja, mulut sungai, leher
botol, pinggang perahu dan sebagainya.
Kaki dipergunakan untuk menahan
tubuh dan kaki meja digunakan untuk menahan meja. Perbandingan pemakaian
seperti ini disebut metaphor.
c) Suatu
leksem konkret dapt dipergunakan untuk suatu pengertian abstark, misalnya air
sungai meluap menjadi keinginan yang meluap-luap, api berkobar menjadi semangat
yang berkobar-kobar.
d) Leksem
yang sama berubah artinya karena indra yang menanggapinya berlainan, misalnya
kata-kata yang pedas, suara yang sedap didengar.
Contoh kalimat:
a.
Bunga
Ø Rin
lebih suka bunga mawar daripada melati
Ø Jangan tergiur untuk berutang dengan suku bunga
rendah
Ø Dhilla
menjadi bunga dengan dikampungnya.
.
Makna dasar kepala adalah bagian tubuh di atas
leher, tempat otak dan pusat jaringan saraf seperti terdapat pada manusia dan
hewan. Kepala merupakan bagian badan yang sangat penting dibandingkan dengan
beberapa bagian anggota badan manusia lainnya. Selain berarti bagian tubuh yang
penting itu, kepala digunakan dalam
konteks pemakaian lainnya. Inilah beberapa di antaranya.
a. Bagian benda sebelah atas atau bagian depan, contoh: kepala tongkat dan kepala surat.
b. Pemimpin atau ketua, contoh:
kepala kantor, kepala pasukan, dan
kepala daerah.
c. Sebagai kiasan atau ungkapan, contoh: kepala udang, kepala dua,dan besar
kepala.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa dalam bahasa indonesia kata kepala
setidaknya mengacu kepada empat buah konsep atau makna:
|
Padahal setiap kata hanya
memiliki satu makna, yakni yang disebut makna leksikal atau makna yang sesuai
dengan referenya. Umpamanya makna lesikal kata kepala di atas ‘bagian tubuh di atas leher, tempat otak dan pusat
jaringan saraf seperti terdapat pada manusia dan hewan’. Makna leksikal ini
yang sesuai dengan referennya (lazim disebut).
Pemakaian kata kepala pada ketiga kalimat di atas
tidaklah menimbulkan makna yang sama sekali baru. Makna-makna tersebut masih
memiliki satu kesamaan. Makna kepala
dalam hal ini merupakan ‘bagian yang memiliki kedudukan yang sangat penting’.
Perhatikan
contoh-contoh kata berpolisemi dalam kalimat-kalimat berikut!
1) Ari jatuh dari bangku.
Rupanya ia jatuh hati pada jejaka itu.
Usaha paman sedang jatuh sekarang.
Rupanya ia jatuh hati pada jejaka itu.
Usaha paman sedang jatuh sekarang.
2) Nenek
dibawa ke dokter karena sakit.
Bangsa ini sedang sakit.
Nora sakit hati karena dihianati teman dekatnya.
Bangsa ini sedang sakit.
Nora sakit hati karena dihianati teman dekatnya.
3) Direncnakan
budi akan naik pesawat malam ini.
Diharapkan kakak tidak lama lagi akan naik pangkat.
Afika adalah artis cilik yang sedang naik daun.
Diharapkan kakak tidak lama lagi akan naik pangkat.
Afika adalah artis cilik yang sedang naik daun.
4) Bunga melati itu harum baunya.
Pinjaman uang di bank dikenakan bunga 2% sebulan.
Pinjaman uang di bank dikenakan bunga 2% sebulan.
5) Bulan adalah benda langit yang
mengintari bumi dalam orbit yang pasti.
Setiap bulan ia menerima gaji sebagai karyawan perusahaan.
Setiap bulan ia menerima gaji sebagai karyawan perusahaan.
Kalau kita perhatikan kata kepala,jatuh,sakit,naik,bunga,dan
bulan dengan segala macam maknanya
itu, maka kita dapat menyatakan bahwa makna-makna yang banyak dari sebuah kata
yang polisemi itu masih ada sangkut pautnya dengan makna asal, karena
dijabarkan dari komponen makna yang ada pada makna asal kata tersebut.
Makna-makna yang bukan makna asal dari sebuah kata bukanlah makna
leksikal sebab tidak merujuk kepada referen dari kata itu. Lagi pula
kehadirannya harus pula dalam satuan-satuan gramatikal yang lebih tinggi dari
kata seperti frase atau kalimat. Kata
kepala yang berarti ‘pemimpin’ atau ‘ketua’ baru muncul dalam pertuturan
karena kehadirannya dalam frase kepala
sekolah, kepala gerombolan, dan kepela
rombongan. Tanpa kehadirannnya dalam satuan gramatikal yang lebih besar
dari kata, kita tidak akan tau akan makna-makna lain itu. Berbeda dengan makna
asalnya yang sudah jelas dari makna leksikalnya karena adanya referen tertentu
dari kata tersebut.
Satu persoalan lagi yang berkenaan dengan polisemi ini adalah
bagaimana kita bisa membedakannya dengan bentuk-bentuk yang disebut homonim.
Perbedaannya yang jelas ialah bahwa homonim bukanlah sebuah kata, melainkan dua
buah kata atau lebih yang kebetulan bentuknya sama. Tentu saja karena homonim
ini bukan sebuah kata, maka maknanya pun berbeda. Oleh karena itu, di dalam
kamus bentuk-bentuk yang homonim didaftarkan sebagai entri-entri yang berbeda.
Sebaliknya bentuk-bentuk polisemi adalah sebuah kata yang memiliki makna lebih
dari satu. Lalu, karena polisemi ini adalah sebuah kata maka di dalam kamus
didaftarkan sebagai sebuah entri.
Ada satu lagi perbedaan antara homonim dan polisemi,
yaitu makna-makna pada bentuk-bentuk homonim tidak ada kaitan atau hubungannya
sama sekali antara yang satu dengan yang lain. Namun dalam beberapa kasus,
kadangkala kita sukar membedakan secara tegas antara poliosemi dan homonin itu.
Jadi dalam kasus polisemi ini, biasanya makna pertama (yang
didaftarkan di dalam kamus) adalah makna sebenarnya, makna lesikalnya, makna
denotatifnya, atau makna konseptualnya. Yang lain adalah makna-makna yang
dikembangkan berdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau
satuan ujaran itu. Oleh karena itu, makna-makna pada sebuah kata atau satuan
ujaran yang polisemi ini masih berkaitan satu dengan yang lain.
3.3 Contoh-Contoh Polisemi dan Perbedaannya dengan
Makna Lain
Kata-kata lainnya yang berpolisemi adalah
sebagai berikut.
Kata
|
Penggunaan dalam kalimat
|
Ragam makna
|
|
|
Mencampur kue.
Mengacau. |
|
|
Pakar.
Mahir.
|
|
|
Gerakan.
Lagak. Tindakan. |
|
|
Perabot.
Dipengaruhi. Aparat. Bagian tubuh. |
|
|
Selesai,tuntas.
Rapi.
Benar.
|
Bagaimana
perbedaan antara polisemi dan bentuk-bentuk yang disebut homonimi? Perbedaan
yang jelas ialah bahwa homonimi bukanlah
sebuah kata, melainkan dua buah kata atau lebih yang kebetulan bentuknya sama. Tentu
saja karena homonimi ini bukan sebuah kata maka maknanya pun berbeda. Oleh
karena itu, di dalam kamus bentuk-bentuk yang homonmi didaftarkan sebagai
entri-entri yang berbeda. Sebaliknya bentuk-bentuk polisemi adalah sebuah kata
yang memilki makna lebih dari satu. Lalu, karena polisemi ini adalah sebuah kata maka di dalam
kamus didaftarkan sebagai entri. Ada satu lagi perbedaan antara polisemi dan
homonimi, yaitu mkana-makna pada bentuk homonimi tidak ada kaitan atau
hubungannya sma sekali antara yang satu dengan yang lain. Apa hubungannya
antara makna ‘racun ular’ pada kata bisa
I dan makna ‘dapat’ pada kata bisa
II? Begitu jugakah apa hubungan antara makna ‘kitab’ pada buku I dan makna ‘ruas’ pada kata buku II? Tentu saja tidak ada. Sedangkan makna-makna pada kata
polisemi masih ada hubungannya karena memang dikembangkan dari
komponen-komponen makna kata-kata tersebut. Namun, kadangkala, dalam beberapa
kasus, kita sukar membedakan secara tegas antara polisemi dengan homonimi itu.
Kemudian,
apa pula perbedaan polisemi dengan ambiguitas? Ambiguitas atau ketaksaan sering
diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua arti. Perbedaan polisemi
dan ambiguitas ialah polisemi kegandaan maknannya bersal dari kata. Sedangkan, ambiguitas
kegandaan maknanya berasal dari asatuan gramtikal yang lebih besar, yaitu frase
atau kalimat, dan terjadi sebagai akibat penafsiran struktur gramtikal yang
berbeda. Umpamanya, frase buku sejarh barudapat ditafsirkan sebagai
(1)buku sejarah itu baru terbit,(2) buku itu berisi sejarah zaman baru.
III.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Polisemi berasal dari kata poly dan sema, yang masing-masing berarti ‘banyak’ dan ‘tanda’. Polisemi
juga lazim diartikan sebagai satuan bahasa terutama kata, bisa juga prase)yang
memilki makna lebih dari satu. Mengenai polisemi, dapat terjadi hal-hal sebagai
berikut:
·
Suatu leksem dapat berarti lebih dari
satu, misalnya kata kubik berarti 1kupas(dengan kuku); 2pangkat
tiga, 1 meter kubik= 1m3
Ø Leksem
yang mempunyai sebuah arti tertentu dipakai untuk benda lain, misalnya bagian
tubuh manusia seperti kaki, leher, mulut, pinggang dipakai untuk benda lain
dalam dasar perbandingan yang sama. Contoh: kaki meja, mulut sungai, leher
botol, pinggang perahu dan sebagainya.
·
Kaki dipergunakan untuk menahan tubuh
dan kaki meja digunakan untuk menahan meja. Perbandingan pemakaian seperti ini
disebut metaphor.
Ø Suatu
leksem konkret dapt dipergunakan untuk suatu pengertian abstark, misalnya air
sungai meluap menjadi keinginan yang meluap-luap, api berkobar menjadi semangat
yang berkobar-kobar.
Ø Leksem
yang sama berubah artinya karena indra yang menanggapinya berlainan, misalnya
kata-kata yang pedas, suara yang sedap didengar.
Contoh kalimat:
a. Bunga
Ø Rin
lebih suka bunga mawar daripada melati
Ø Jangan tergiur untuk berutang dengan suku bunga
rendah
Ø Dhilla
menjadi bunga dengan dikampungnya.
Makna Polisemi dan Homonimi ialah bahwa
homonimi bukanlah sebuah kata tetapi kata yang mempunyai struktur fonologis
yang sama. Sedangkan perbedaan dengan ambigiuta, ambigiutas lebih ke bentuk di
atas kata seperti kalimat atau frasa yang akan membentuk kalimat majemuk.
3.2 Saran
Dari pembahasan di atas dalam menentukan
makna polisemi agar tidak membingungkan dalam menentukan yang mana polisemi,
homonimi, dan ambigiutas, kita harus mengetahui arti dari makna kata tersebut.
Apakah ia sebuah kata yang punya struktur fonologis yang sama, ataukah
kata-kata yang digabungkan membentuk makna yang lain. Jika hal ini terjdi
itulah bukanlah polisemi. Dalam penentuan makna memang sangatlah rumit, tidak
ada yang pas. Selain itu, kita harus meningkatkan pengetahuan tentang semantik
dengan lebih mendalam.
DAFTAR
PUSTAKA
Gudai,
Darmansyah.1989. Semantik Beberapa Topik.
Jakarta
Adiwimarta,
Sri Soekesi. 1994.TATA ISTILAH INDONESIA.
Jakarta: Pusat Pembinaan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Wahab,
Abdul. 1995. Teori Semantik. Surabaya:
Airlangga University Press
Chaer,
Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Redaksi
BSM. 2010. EYD LENGKAP SD, SLTP, SLTA.
Jakarta: Redaksi Blue Shop Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar