Cari Blog Ini

Kamis, 24 April 2014

Polisemi dalam Bahasa Indonesia (Penggalan Makalah)



KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur dipanjatkan kepada ALLAH swt, yang telah member rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini berjudul Polisemi. Isi makalah ini menyangkut tentang semantik yang di dalamnya terdapat pembahasan tentang polisemi, contoh-contohnya dan perbedaaannya dengan homonimi. Pembuatan makalah ini ditujuankan untuk menambah wawasan pembaca tentang bahasan polisemi dan untuk mempermudah para pembaca dalam memahami polisemi.
            Kemudian, ucapan terima kasih kami ucapkan kepada bapak Armia,  dan pihak-pihak tertentu yang telah membantu mengarahkan dalam penulisan makalah ini.
            Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari yang diharapkan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan penulisan makalah ke depannya. Semoga makalah ini bermanfaat.




Banda Aceh, 5 Maret 2012
Penulis
 
 





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
POLISEMI DALAM BAHASA INDONESIA
I. PENDAHULUAN
........................................................................................... 1
1.1  Latar Belakang dan Masalah...................................................................... 1
1.2  Tujuan Pengkajian....................................................................................... 3
II. PEMBAHASAN............................................................................................. 4
2.1 Pengetian Makna Leksikal, Makna Gramatikal, dan Makna Konteks...... 5
2.2 Pengertian Polisemi................................................................................... 9
2.3 Contoh-Contoh Polisemi dan Perbedaannya dengan Bentuk Makna Lain15
III. PENUTUP..................................................................................................... 19
3.1  Kesimpulan.............................................................................................. 19
3.2  Saran........................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 21







I.                   PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang dan Masalah
Dalam berbahasa baik lisan maupun tulisan tentu ada pesan yang ingin disampaikan. Pesan hanya bisa diterima bila si pendengar atau si pembaca mampu memaknai apa yang disampaikan lewat tuturan lisan ataupun lewat tulisan. Sehingga wajar bila Wallace dan Chafe (1973) mengungkapkan bahwa berpikir tentang bahasa, sebenarnya, sekaligus melibatkan makna (Djajasudarma, 1993).
Kemampuan memaknai dalam kegiatan berbahasa menyebabkan terjalinnya komunikasi dari dua belah pihak, yaitu penyampai pesan dan penerima pesan. Terjalinnya komunikasi berarti juga terjadinya sikap saling mengerti, sehingga apa yang ingin disampaikan dapat dipahami dengan baik. Begitu pentingnya kemampuan memaknai sehingga kita perlu mempelajari makna itu sendiri. Dalam hal ini Djajasudarma (1993) mengatakan “Mempelajari tentang makna hakikatnya berarti mempelajari bagaimana setiap pemakai bahasa dalam suatu masyarakat bisa saling mengerti.
     Dalam Bahasa Indonesia telah diketahui salah satu dari tataran analisis yaitu semantik. Dalam Penelususrannya dianggap sangat sukar ditelussuri dan dianalisis strukturnya. Makna bersifat arbitrer, berbeda dengan morfem atau kata, sebagai sasaran dalam studi Morfologi, yang strukturnya tampak jelas dan dapat disegmen-segmenkan. Akan tetapi, semantik adalah komponen bahasa yang tidak dapat dipisahkan dalam pembicaraan lingustik. Tidak akan dianggap lengkap dalam pembahasan tanpa membicarakab makna karena dalam berbahasa tujuannya ialah untuk mneyampaikan makna-makna. Pembahasan semantik memang tidak akan ditemukan titik temu makna yang pas,selain semantik menyangkut persoalan dalam bahasa, semnatik juga menyangkut persoalan di luar bahasa seperti masalah agama, pandangan hdup, budaya, norma, dan tata nilai yang berlaku dalam masyarakat turut meruwetkan persoalan semantik. Pada semantik ini hanya akan membahas tentang polisemi yang menarik perhatian dengan banyaknya makna yang terkadang melebihi makana selain leksikal. Kemudian, bagaimana caramembedakannya dengan  bentuk-bentuk yang disebut homonimi? Apa bedanya dengan ambiguitas?
1.2  Tujuan Pengkajian
Tujuan pengkajian makalah ini ialah
1.      untuk memperjelas bahasan tentang polisemi
2.      untuk membedakan antara polisemi dengan homonimi dan polisemi dengan ambiguitas.










II.                PEMBAHASAN

Semantik mempelajari tentang makna. Dalam hal ini kami akan lebih membahas bagian dalam semantik yaitu polisemi. Dalam hal kaitan makna sangat rumit dan sulit menentukan arti yang pas. Sebelum membahas lebih lanjut, kita harus mengetahui terlebih dahulu berbagai jenis makna yang ada dalam semantik, antara lain: makna leksikal, makna gramtikal, makna konteks, dan makna konotatif dan denotatif. Di sini hanya makna leksikal, makna gramatikal, dan makna konteks yang dijelaskan sedikit karena mungkin dianggap lebih dekat kaitannya dengannya  polisemi.
Dalam kaitan penjelasan makna, ada tiga cara yang dipakai oleh para linguis dan filusuf dalam usahanya menjelaskan makna dalam bahasa Indonesia, yaitu (a) dengan memberikan definisi hakikat makna kata, (b) dengan mendefinisi hakikat makna kalimat, (c) dengan menjelaskan proses komunikasi. Pada cara pertama, makna kata diambil sebagai konstruk, yang dalam konstruk itu makna kalimat dan komunikasi dapat dijelaskan. Pada cara kedua, makna kalimatlah yang diambil sebagai dasar, dengan kata-kata dipahami sebagai penyumbang yang sistematik terhadap makna kalimat, dan pada cara yang ketiga baik makna kalimat maupun makna kata dijelaskan dalam batas-batas penggunaanya pada tindak komunikasi. Bukanlah sesuatu yang kebetulan jika adanya tiga tipe penjelasan seperti itu. Pertama, jelas ada hubungannya antara kata dan benda. Kita menggunakan kata bila kita mengacu pada benda dan tindakan(pikirlah kata-kata seperti cup, horse, woman, cooking, thinking, etc). Penjelasan terhadap hubungan


ini jelas merupakan tugas semantik. Umumnya, kalimat-kalimat dipergunakan untuk menjelaskan hakikat hubungan antara kalimat dan keadaan yang dideskripsikan kalimat-kalimat itu.

2.1  Pengertian Makna Leksikal, Makna Gramatikal, dan Makna Konteks
2.1.1 Makna Leksikal
Dalam makna leksikal, yang berkaitan dengan polisemi berdasarkan penelitian leksem dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a.       Sebuah kata dapat mempunyai lebih dari satu makna. Sebgaia contoh dapat kita ambli kata paku. Dalam kamus Purwadaminta dapat dilihat maknanya: 1pasat atau penyemat yang dibuat dari besi, dsb. 2 pakis(tumbuhan yang membiak denngan spora).
b.       Beberapa kata yang berbeda dapat memberikan makna yang sama misalnya benteng dan sapi.
c.        Makna suatu kata dapat diuraikan menjadi komponen-komponen, misalnya kata babu, makananya dapat diuraikan menjadi dua komponen,yaiut perempuan dan pembanturumah tangga.
d.       Kombinasi kata dapat mempunyai makan yang lain daripada makna kata-kata tersebut bisa berdiri sendiri, misalnya kaki tangan dan mayta-mata.
e.        Pasangan kata dapat mempunyai makna yang berlawanan, misalnya besar-kecil dan tua-muda.
f.        Dalam makna sebuah kata dapat termasuk makana lain, misalnya dalam kata bunga yang dapat termasuk di dalamnya antara lalin: melati, mawar, kenanga, cempaka, dan dahlia.

2.1.2 Makna Gramatikal
Dalam makna gramatikal, makna leksem terpsah belum dapat dipastikan. Tata bahasa mempelajari penyusunan kata yang mungkin dapat dilakukan dalam suatu bahasa dan juga penyusunan-penyusunan bunyi dari bahasa  itu. Gramatkal berarti sesuai dengan susunan kata yang dapat diterima oleh penutur asi suatu bahasa atau sesuai dengan tata bahasa. Sintaksis mempelajari susunan kata dan hubungan kata dengan frase, anak kalimat, dan kalimat. Menurut M. Lamb, sintaksis tradisonal suatu bahasa mengatur bagaimana leksem-leksemnya dapat dikombinasikan untk membentuk kalimat. Sintaksis bahasa inggris terdiri atas: S(subjek= pokok kalimat), P(predikat= sebutan) . S diisi oleh N((nomina= kata benda) dan P diisi oleh V(vera=kata kerja). Dalam bahasa Indonesia S P dapat diisi oleh NN, NV, NA(ajektif=kata sifat) dan N Adv( Adverbia=keterangan tambahan).
Contoh :
ia guru                           NN
ia makan                       NV
ia pandai                       NA
Ayahnya di rumah        NAdv

Tetapi dengan mengisi pola kalimat di atas jelas kata yang sama, kalimat yang dibentuk tidak mempunyai arti apa-apa.

Contoh : N                  V
            Meja                tidur

 Kalau kalimatnya lebih lengkap:

            N                     V                     N
            Kursi               makan              batu
            Kuda               membaca         buku

Dari contoh kalimat di atas dapat kita lihat bila N diisi oleh semua leksem  dari kelas nomina dan V diisi oleh semua leksem dari kelas verba, hasil deretan kata itu tidak memberikan makna apa-apa.
Perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini:
1.      Kelinci membeli pisang di langit;
2.      Udara sejuk makan batu besar;
3.      Itu ibu anak ada menjual gado-gado;
4.      Anak itu pergi ke sekolah.

Kalimat 1 dan 2 tidak mempunyai arti sama sekali karena kata membeli hanya berlaku untuk makhluk hidup, yaitu manusia. Kelinci adalah makhluk hidup tetapi bukan manusia, dan pisang tidak ada di langit. Begitu juga dengan kalimat no 2. Kalimat nomor 3 dan 4 dapat dimengerti biarpun nomor 3 susunannya kurang tepat.
Seharusnya:
      N                     V
Ibu anak itu menjual gado-gado

Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa biarpun susunan kalimat itu benar secara gramtikal, tetapi idak benar secara semantik. Dalam susunan kalimat, makna kata(semen) harus juga diperhatikan.

2.1.3 Makna Konteks
Makna suatu leksem ditentukan oleh konteks tempat leksem itu berada.
Contoh;
(1a) Ibu menggulai paku
(1b) Paku kecil tidak kuat untuk menyambung papan setebal itu.
(2a) Dahulu kala daerah ini diperintah oleh seorang raja.
(2b) Kakinya bengkak karena digigit kala
(3a) Ia kalah ujian(=tidak lulus)
(3b) Negara itu memang termasuk Negara yang kalah perang dalam perang Dunia II(tidak menang)
(3c) Sawah si A kalah luasnya dengan sawah si B(=kurang luasnya).

Dari contoh-contoh di atas dapat dillihat perbedaan-perbedaan makna leksem paku. Kala, dan kalah dari kelompok a dengan kelompok b dan c.

1.2 Pengertian Polisemi
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, Polisemi berarti 1bentuk bahasa(kata,frasa, dsb) yang mempunyai makna lebih dari satu. Polisemi juga lazim diartikan sebagai satuan bahasa terutama kata, bisa juga prase)yang memilki makna lebih dari satu. Polisemi berkaitan dengan kata atau yang disebut leksem.

Polisemi berasal dari kata poly dan sema, yang masing-masing berarti ‘banyak’ dan ‘tanda’. Jadi, polisemi berarti satuan bahasa(terutama kata, bisa juga frase) yang memiliki banyak makna atau lebih dari satu. Dalam bahasa indonesia, dijumpai kata-kata yang menanggung beban makna yang begitu banyak. Contohnya adalah kepala.
De Saussure(1916:153) dalam buku Semantik Beberapa Topik( Gudai, 1989: ) menunjukkan kuda dalam permainan catur adalah kuda bukan karena memang merupakan kualisifikasinya(bentuk, ukuran, dan lain-lain), tetapi karena peran yang dimilikinya dalam hubungan dengan buah catur yang lain.

Mengenai polisemi, dapat terjadi hal-hal sebagai berikut:
a)   Suatu leksem dapat berarti lebih dari satu, misalnya kata kubik berarti 1kupas(dengan kuku); 2pangkat tiga, 1 meter kubik= 1m3
b)   Leksem yang mempunyai sebuah arti tertentu dipakai untuk benda lain, misalnya bagian tubuh manusia seperti kaki, leher, mulut, pinggang dipakai untuk benda lain dalam dasar perbandingan yang sama. Contoh: kaki meja, mulut sungai, leher botol, pinggang perahu dan sebagainya.
Kaki dipergunakan untuk menahan tubuh dan kaki meja digunakan untuk menahan meja. Perbandingan pemakaian seperti ini disebut metaphor.
c)      Suatu leksem konkret dapt dipergunakan untuk suatu pengertian abstark, misalnya air sungai meluap menjadi keinginan yang meluap-luap, api berkobar menjadi semangat yang berkobar-kobar.
d)     Leksem yang sama berubah artinya karena indra yang menanggapinya berlainan, misalnya kata-kata yang pedas, suara yang sedap didengar.

Contoh kalimat:
a.                Bunga
Ø    Rin lebih suka bunga mawar daripada melati
Ø    Jangan  tergiur untuk berutang dengan suku bunga rendah
Ø    Dhilla menjadi bunga dengan dikampungnya.
            .
Makna dasar kepala adalah bagian tubuh di atas leher, tempat otak dan pusat jaringan saraf seperti terdapat pada manusia dan hewan. Kepala merupakan bagian badan yang sangat penting dibandingkan dengan beberapa bagian anggota badan manusia lainnya. Selain berarti bagian tubuh yang penting itu, kepala digunakan dalam konteks pemakaian lainnya. Inilah beberapa di antaranya.

a. Bagian benda sebelah atas atau bagian depan, contoh: kepala tongkat dan kepala surat.
b. Pemimpin atau ketua, contoh:  kepala kantor, kepala pasukan, dan kepala daerah.
c. Sebagai kiasan atau ungkapan, contoh: kepala udang, kepala dua,dan besar kepala.
          
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam bahasa indonesia kata kepala setidaknya mengacu kepada empat buah konsep atau makna:


Makna 1
 
                                    








 





Padahal setiap kata hanya memiliki satu makna, yakni yang disebut makna leksikal atau makna yang sesuai dengan referenya. Umpamanya makna lesikal kata kepala di atas ‘bagian tubuh di atas leher, tempat otak dan pusat jaringan saraf seperti terdapat pada manusia dan hewan’. Makna leksikal ini yang sesuai dengan referennya (lazim disebut).
Pemakaian kata kepala pada ketiga kalimat di atas tidaklah menimbulkan makna yang sama sekali baru. Makna-makna tersebut masih memiliki satu kesamaan. Makna kepala dalam hal ini merupakan ‘bagian yang memiliki kedudukan yang sangat penting’.

Perhatikan contoh-contoh kata berpolisemi dalam kalimat-kalimat berikut!
1)      Ari jatuh dari bangku.
Rupanya ia jatuh hati pada jejaka itu.
Usaha paman sedang  jatuh sekarang.
2)      Nenek dibawa ke dokter karena sakit.
Bangsa ini sedang sakit.
Nora sakit hati karena dihianati teman dekatnya.
3)      Direncnakan budi akan naik pesawat malam ini.
Diharapkan kakak tidak lama lagi akan naik pangkat.
Afika adalah artis cilik yang sedang naik daun.
4)      Bunga melati itu harum baunya.
Pinjaman uang di bank dikenakan bunga 2% sebulan.
5)      Bulan adalah benda langit yang mengintari bumi dalam orbit yang pasti.
Setiap bulan ia menerima gaji sebagai karyawan perusahaan.

      Kalau kita perhatikan kata kepala,jatuh,sakit,naik,bunga,dan bulan dengan segala macam maknanya itu, maka kita dapat menyatakan bahwa makna-makna yang banyak dari sebuah kata yang polisemi itu masih ada sangkut pautnya dengan makna asal, karena dijabarkan dari komponen makna yang ada pada makna asal kata tersebut.
   Makna-makna yang bukan makna asal dari sebuah kata bukanlah makna leksikal sebab tidak merujuk kepada referen dari kata itu. Lagi pula kehadirannya harus pula dalam satuan-satuan gramatikal yang lebih tinggi dari kata seperti frase atau kalimat. Kata kepala yang berarti ‘pemimpin’ atau ‘ketua’ baru muncul dalam pertuturan karena kehadirannya dalam frase kepala sekolah, kepala gerombolan, dan kepela rombongan. Tanpa kehadirannnya dalam satuan gramatikal yang lebih besar dari kata, kita tidak akan tau akan makna-makna lain itu. Berbeda dengan makna asalnya yang sudah jelas dari makna leksikalnya karena adanya referen tertentu dari kata tersebut.
   Satu persoalan lagi yang berkenaan dengan polisemi ini adalah bagaimana kita bisa membedakannya dengan bentuk-bentuk yang disebut homonim. Perbedaannya yang jelas ialah bahwa homonim bukanlah sebuah kata, melainkan dua buah kata atau lebih yang kebetulan bentuknya sama. Tentu saja karena homonim ini bukan sebuah kata, maka maknanya pun berbeda. Oleh karena itu, di dalam kamus bentuk-bentuk yang homonim didaftarkan sebagai entri-entri yang berbeda. Sebaliknya bentuk-bentuk polisemi adalah sebuah kata yang memiliki makna lebih dari satu. Lalu, karena polisemi ini adalah sebuah kata maka di dalam kamus didaftarkan sebagai sebuah entri.
            Ada satu lagi perbedaan antara homonim dan polisemi, yaitu makna-makna pada bentuk-bentuk homonim tidak ada kaitan atau hubungannya sama sekali antara yang satu dengan yang lain. Namun dalam beberapa kasus, kadangkala kita sukar membedakan secara tegas antara poliosemi dan homonin itu.
  Jadi dalam kasus polisemi ini, biasanya makna pertama (yang didaftarkan di dalam kamus) adalah makna sebenarnya, makna lesikalnya, makna denotatifnya, atau makna konseptualnya. Yang lain adalah makna-makna yang dikembangkan berdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau satuan ujaran itu. Oleh karena itu, makna-makna pada sebuah kata atau satuan ujaran yang polisemi ini masih berkaitan satu dengan yang lain.
3.3  Contoh-Contoh Polisemi dan Perbedaannya dengan Makna Lain
Kata-kata lainnya yang berpolisemi adalah sebagai berikut.
Kata
Penggunaan dalam kalimat
Ragam makna
  1. aduk
  1. Ibu sedang mengaduk semua bahan adonan.
  2. Kerjanya hanya mengaduk saja sehingga ia diusir dari ruangan ini.
Mencampur kue.

Mengacau.
  1. ahli
  1. Seminar itu dihadiri oleh para ahli.
  2. Ia sangat ahli memainkan piano itu.
Pakar.
Mahir.
  1. aksi
  1. Dalam senamnya itu ia melakukan aksi-aksi yang memukau.
  2. Kami tidak menyukai aksinya yang sok pintar itu.
  3. Ia melakukan aksi yang tepat pada saat terjadinya peristawa itu.
Gerakan.

Lagak.

Tindakan.
  1. alat
  1. Berbagai peralatan sekolahnya ada yang mencuri tadi malam.
  2. Kamu jangan mau diperalat oleh mereka.
  3. Menjadi alat negara memang membutuhkan sikap tanggung jawab yang tinggi.
  4. Alat pernapasannya terganggu akibat asap tebal.
Perabot.

Dipengaruhi.

Aparat.


Bagian tubuh.
  1. beres
  1. Setelah pekerjaanmu beres, kita pergi ke sekolah sekarang.
  2. Hanya giginya terlihat beres.
  3. Dalam perutmu sepertinya ada yang tidak beres.
Selesai,tuntas.

Rapi.
Benar.


Bagaimana perbedaan antara polisemi dan bentuk-bentuk yang disebut homonimi? Perbedaan yang  jelas ialah bahwa homonimi bukanlah sebuah kata, melainkan dua buah kata atau lebih yang kebetulan bentuknya sama. Tentu saja karena homonimi ini bukan sebuah kata maka maknanya pun berbeda. Oleh karena itu, di dalam kamus bentuk-bentuk yang homonmi didaftarkan sebagai entri-entri yang berbeda. Sebaliknya bentuk-bentuk polisemi adalah sebuah kata yang memilki makna lebih dari satu. Lalu, karena  polisemi ini adalah sebuah kata maka di dalam kamus didaftarkan sebagai entri. Ada satu lagi perbedaan antara polisemi dan homonimi, yaitu mkana-makna pada bentuk homonimi tidak ada kaitan atau hubungannya sma sekali antara yang satu dengan yang lain. Apa hubungannya antara makna ‘racun ular’ pada kata bisa I dan makna ‘dapat’ pada kata bisa II? Begitu jugakah apa hubungan antara makna ‘kitab’ pada buku I dan makna ‘ruas’ pada kata buku II? Tentu saja tidak ada. Sedangkan makna-makna pada kata polisemi masih ada hubungannya karena memang dikembangkan dari komponen-komponen makna kata-kata tersebut. Namun, kadangkala, dalam beberapa kasus, kita sukar membedakan secara tegas antara polisemi dengan homonimi itu.
         Kemudian, apa pula perbedaan polisemi dengan ambiguitas? Ambiguitas atau ketaksaan sering diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua arti. Perbedaan polisemi dan ambiguitas ialah polisemi kegandaan maknannya bersal dari kata. Sedangkan, ambiguitas kegandaan maknanya berasal dari asatuan gramtikal yang lebih besar, yaitu frase atau kalimat, dan terjadi sebagai akibat penafsiran struktur gramtikal yang berbeda. Umpamanya, frase buku sejarh barudapat ditafsirkan sebagai (1)buku sejarah itu baru terbit,(2) buku itu berisi sejarah zaman baru.












III.             PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Polisemi berasal dari kata poly dan sema, yang masing-masing berarti ‘banyak’ dan ‘tanda’. Polisemi juga lazim diartikan sebagai satuan bahasa terutama kata, bisa juga prase)yang memilki makna lebih dari satu. Mengenai polisemi, dapat terjadi hal-hal sebagai berikut:
·        Suatu leksem dapat berarti lebih dari satu, misalnya kata kubik berarti 1kupas(dengan kuku); 2pangkat tiga, 1 meter kubik= 1m3
Ø  Leksem yang mempunyai sebuah arti tertentu dipakai untuk benda lain, misalnya bagian tubuh manusia seperti kaki, leher, mulut, pinggang dipakai untuk benda lain dalam dasar perbandingan yang sama. Contoh: kaki meja, mulut sungai, leher botol, pinggang perahu dan sebagainya.
·        Kaki dipergunakan untuk menahan tubuh dan kaki meja digunakan untuk menahan meja. Perbandingan pemakaian seperti ini disebut metaphor.
Ø  Suatu leksem konkret dapt dipergunakan untuk suatu pengertian abstark, misalnya air sungai meluap menjadi keinginan yang meluap-luap, api berkobar menjadi semangat yang berkobar-kobar.
Ø  Leksem yang sama berubah artinya karena indra yang menanggapinya berlainan, misalnya kata-kata yang pedas, suara yang sedap didengar.
Contoh kalimat:
a.       Bunga
Ø Rin lebih suka bunga mawar daripada melati
Ø Jangan  tergiur untuk berutang dengan suku bunga rendah
Ø Dhilla menjadi bunga dengan dikampungnya.
Makna Polisemi dan Homonimi ialah bahwa homonimi bukanlah sebuah kata tetapi kata yang mempunyai struktur fonologis yang sama. Sedangkan perbedaan dengan ambigiuta, ambigiutas lebih ke bentuk di atas kata seperti kalimat atau frasa yang akan membentuk kalimat majemuk.

3.2  Saran
Dari pembahasan di atas dalam menentukan makna polisemi agar tidak membingungkan dalam menentukan yang mana polisemi, homonimi, dan ambigiutas, kita harus mengetahui arti dari makna kata tersebut. Apakah ia sebuah kata yang punya struktur fonologis yang sama, ataukah kata-kata yang digabungkan membentuk makna yang lain. Jika hal ini terjdi itulah bukanlah polisemi. Dalam penentuan makna memang sangatlah rumit, tidak ada yang pas. Selain itu, kita harus meningkatkan pengetahuan tentang semantik dengan lebih mendalam.


DAFTAR PUSTAKA

Gudai, Darmansyah.1989. Semantik Beberapa Topik. Jakarta

Adiwimarta, Sri Soekesi. 1994.TATA ISTILAH INDONESIA. Jakarta: Pusat Pembinaan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Wahab, Abdul. 1995. Teori Semantik. Surabaya: Airlangga  University Press

Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

Redaksi BSM. 2010. EYD LENGKAP SD, SLTP, SLTA. Jakarta: Redaksi Blue Shop Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar